Saya memperhatikan anak-anak kecil yang sedang asyik memilih buku untuk mereka baca. Sementara itu, rekan-rekan saya yang lain sedang memperhatikan langit, mencoba menebak arti mendung yang mulai muncul pelan-pelan.
Lapak kami masih bertahan sekitar 30 menit, sebelum hujan benar-benar mengguyur Kota Pontianak tercinta ini. Saya dan rekan-rekan segera berkemas supaya buku-buku yang kami bawa tidak basah.
Setelah itu, kami semua berteduh di sebuah bangunan kecil mirip pos penjagaan, saling himpit dengan pengunjung lain.
"Begini amat kita berbaik hati kepada orang lain. Pemerintah saja belum tentu peduli dan mau membuat kegiatan seperti yang kita lakukan ini," ujar saya.
Varli Pay Sandi, pendiri komunitas Kalbar Membaca, tersenyum kecut saja mendengar pernyataan saya. Instagram Kalbar Membaca dapat dilihat di sini.
Meski agak bersungut-sungut, saya yakin bahwa menanam kebaikan akan menuai kebaikan pula.
Ketika hujan mereda, pengunjung Taman Digulis Pontianak pun segera menghilang dari pandangan. Keadaan sunyi seketika. Saatnya pulang ke kehangatan rumah.
Kira-kira begitu kejadian lima tahun lalu, dalam temaram senja dan hujan. Saya berpartisipasi dalam kegiatan Lapak Baca Gratis.
Biasanya Kalbar Membaca menyediakan lapak pada hari Sabtu dan Minggu, sore hari tentunya, ketika pengunjung Taman Digulis Pontianak lumayan banyak.
Tujuannya adalah meningkatkan minat baca kepada generasi muda di tengah-tengah gempuran game online. Ini juga merupakan bentuk perlawanan kami terhadap usaha pembodohan massal yang dilakukan secara masif oleh pihak-pihak yang tak ingin pemuda Indonesia menjadi cerdas.