Perpustakaan rumah adat melayu, setiap dua minggu sekali (dalam satu bulan), rutin mengadakan kegiatan diskusi dalam bidang filsafat. Tujuannya jelas: berpartisipasi dalam memberikan edukasi secara nonformal dan gratis.
Pengurus kegiatan tersebut biasa menyebutnya "Pekan Filsafat" dengan tema yang berbeda pada tiap kesempatan. Agenda ini telah dilaksanakan sebanyak empat kali. Saya mengikuti dua di antaranya. Arsitek utama dari Pekan Filsafat merupakan seseorang yang sudah cukup dikenal di dunia literasi Kota Pontianak, namanya Varli Pay Sandi.
Tadi sore (22 Juni 2024), acara dimulai jam 15.00 WIB dengan tema "eksistensialisme". Narasumbernya adalah seorang dosen yang pakar dalam bidang filsafat bernama M. Hasani Mubarok.
Sebagai orang awam perkara filsafat seperti saya, program yang dibuat oleh pengurus perpustakaan memberikan "kemewahan" yang biasanya hanya bisa dinikmati kalangan terbatas. Intinya sangat bermanfaat bagi kaum yang haus ilmu pengetahuan.
Narasumber juga memberikan penjelasan yang mudah dimengerti bagi orang dari luar bidang tersebut. Bisa dibilang enak didengar dan menarik.
Sehubungan dengan tema eksistensialisme yang diusung, setelah saya simak baik-baik, ternyata memang benar ada yang hilang dari masyarakat modern.
Mungkin bagi yang belum terlalu akrab dengan topik tersebut, izinkan saya menuliskan definisinya secara sederhana. Dalam artikel "Memahami Filsafat Eksistensialisme" yang ditayangkan oleh kompas.com (02/09/2023), disebutkan bahwa eksistensialisme adalah cabang filsafat yang mempersoalkan keberadaan manusia seutuhnya.