Saya memperhatikan wajah Bakso (bukan nama asli) agak temaram. Kami bertemu di sebuah warung kopi, Kota Pontianak.
"Kenapa, So? Sepertinya kau kesal? Apakah dunia perjudian sedang tidak baik-baik saja?" tanya saya iseng.
"Lebih buruk dari itu! Buruk sekali!"
"Seperti apa kiranya?"
Bakso tak langsung menjawab, matanya memperhatikan langit-langit dari warung kopi. Saya juga ikut melihat, tapi tak ada apa-apa di sana kecuali seekor cecak yang sedang mengincar nyamuk. "Kau tahu? Ternyata korban judi online tidak jadi dapat bantuan sosial! Kemudian platform X berpotensi ditutup! Ini menggelikan!
"Ya, bagus itu."
"Aku ini korban, lho!"
"Kau itu bukan korban judi online. Melainkan sesosok manusia yang dengan sadar melakukan perjudian. Kita ini orang Islam. Judi dilarang, malah kau kerjakan. Itulah akibatnya kalau melawan Tuhan."
Bakso tertawa kecil saja mendengar perkataan saya. Sejak zaman kuliah, dia memang gemar berjudi kecil-kecilan. Dulu judi bola, dia sering menang. Meski akhirnya pria bertubuh kurus kering itu merugi juga.
Sekarang, setelah rugi banyak, ingin pula ia mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Platform X mau ditutup, dia juga meradang. Sepertinya, skenario akhir zaman banyak pemeran kehidupan seperti si Bakso ini.