Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pedagang Jujur, Pedagang Mujur

11 Juni 2024   10:09 Diperbarui: 11 Juni 2024   10:25 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pedagang, sumber: pixabay.com

Oknum pedagang dihadapkan pada pilihan "kirim barang yang tidak sesuai pilihan pembeli" atau "kirim barang yang sesuai pilihan pembeli". Pada saat itulah nilai kejujuran semua pedagang, kita semua juga, diuji oleh kenyataan.

Suatu hari, pada masa lampau, saya dan seorang teman bernama Vlad (bukan nama asli) pergi membeli kue di sebuah toko di Kota Pontianak. Setelah memilih beberapa saat, ia mengembalikan kue yang sebenarnya sudah dibungkus.

"Kenapa dikembalikan?" tanya saya.

"Ini lebih satu, Bro."

"Bukankah itu bukan salahmu? Salah penjualnya salah hitung. Sikat saja."

Vlad tertawa sembari menepuk keningnya yang agak lebar. "Tidak boleh begitu. Bagaimana mungkin makanan yang berasal dari kerugian orang lain akan terasa lezat? Itu kenikmatan semu."

Perkataan Vlad cukup masuk akal. Tapi saya juga bertanya-tanya dalam hati: Apakah makanan yang ditelan para koruptor di negara ini terasa hambar? Atau malah semakin nikmat?

Bagi yang beragama Islam ... saya ulangi, bagi yang beragama Islam. Saudaraku, saya berpesan kepada kalian dan terutama kepada diri saya sendiri, kita wajib selalu memegang kejujuran di zaman yang semakin gila ini.

Kita tak boleh menyandarkan diri pada prinsip "yang penting untung" tanpa memperhatikan baik-buruk suatu tindakan. Allah subhanahu wa ta'alaa berfirman (surah Attaubah ayat 119): "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, hendaknya kamu bersama orang-orang yang jujur."

Saya juga teringat kasus dari seorang rekan kerja yang menggunakan uang kantor untuk keperluan pribadinya. Ia sulit ditemukan selama berhari-hari, susah dihubungi, dan teman-temannya yang lain menutupi keberadaannya.

Bayangkan dia harus berlari ke sana-sini demi mencari keamanan. Tapi begitulah, kita bisa berlari dari kebenaran, tapi tak akan pernah bisa sembunyi. Ketahuan juga, meski pada akhirnya ia mengembalikan uang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun