Pada suatu pagi, tahun 2022 kalau tak salah ingat, seorang teman menghubungi saya via telepon. Suaranya pelan seperti berbisik, seolah-olah ia tak ingin terdengar orang lain. Nama teman saya itu Kecubung (bukan nama asli), dia adalah seseorang yang berbaik hati menyampaikan informasi betapa banyak fitnah yang ditujukan kepada saya di suatu tempat (tahun 2021).
"Ada apa, Bung? Tumben pagi-pagi."
"Di sini dua orang sudah dikeluarkan gara-gara main uang."
"Main uang?" tanya saya bingung. Kebetulan saya baru bangun dari mimpi, jadi masih agak linglung.
"Iya ... satu tersangkut kasus korupsi, satu lagi mencuri duit!"
"Wow! Siapa mereka, Bung?"
"Seseorang yang telah memfitnahmu paling keras itu tersangkut korupsi, yang satunya lagi mencuri uang karena gaya hidup."
Jadi orang yang paling kuat memfitnah saya ternyata adalah orang yang paling merugikan lembaga (selanjutnya kita sebut X), dan orang satunya lagi adalah sesosok individu yang seolah-olah melabeli diri sebagai penikmat kemewahan (selanjutnya kita sebut Y).
X dan Y ini sebenarnya tidak berhubungan secara langsung dalam konteks personal, murni hubungan kerja. Benang merah satu-satunya adalah kebutuhan mereka untuk memuaskan rasa haus akan status sosial.
Memang jika saya perhatikan baik-baik, X dan Y memiliki tampilan yang jauh dari kesan "orang susah", namun fakta menampakkan hal yang berbeda: mereka ternyata maling juga.