Bagi orang-orang yang suka berpikir atau memiliki sifat penasaran, biasanya mereka akan mencari tahu tentang tokoh yang posternya dirusak. Tanpa disadari, melubangi foto caleg tertentu ternyata bisa menjadi alat penarik rasa simpati dari konstituen tertentu.
Kemungkinan kedua adalah dendam personal terhadap caleg tertentu. Untuk faktor yang ini, saya rasa tujuannya mirip dengan yang pertama, yaitu supaya seseorang tidak memenangkan kompetisi. Tapi jelas, oknumnya punya falsafah yang berbeda saat melakukan aksi.
Kata "dendam" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti: berkeinginan keras untuk membalas (kejahatan dan sebagainya). Apalagi di dunia yang semakin gila seperti sekarang di mana para kapitalis berpesta ketika kaum marginal berurai air mata, "dendam" itu seperti bibit api di dalam tanah gambut, kapan saja bisa membara, cukup dilempar sebatang korek yang menyala.
Dalam hal poster caleg, siapa tahu sang oknum belum memiliki kemampuan membalas secara langsung, maka cukuplah baginya merobek bagian mata orang yang dianggapnya musuh itu. Tidak melulu bagian wajah saja yang dirusak, ada juga mengincar bagian tulisan nama caleg tertentu, sementara bagian foto wajah dibiarkan begitu saja. Ada-ada saja.
Kemungkinan ketiga adalah orang biasa yang bukan lawan politik dan tak punya dendam pribadi, namun merasa bahwa sebagian wakil rakyat yang terhormat itu semata-mata bermulut manis, tak lebih dan tak kurang. Secara pribadi, saya berpendapat bahwa memang ada lapisan masyarakat yang berpikir dan merasakan tentang absen-nya wakil rakyat ketika datang masa sulit.
Kekesalan itulah, barangkali, yang membuat sejumlah oknum masyarakat melakukan aksi vandalisme. Sobekan di poster calon anggota legislatif itu mungkin saja suara hati paling murni ketimbang tusukan di bilik suara nanti. Tapi sungguh saya tidak membenarkan tindakan perusakan terhadap kepunyaan orang lain.
Dalam artikel "Bagaimana Jika Alat Peraga Kampanye Dirusak? Ini Penjelasannya" yang ditayangkan oleh jateng.bawaslu.go.id, diketahui bahwa jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, pasal 521, ditegaskan bahwa "Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf g (merusak, dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24 juta".
Adanya peraturan tersebut, saya pikir akan mencegah siapa pun yang sempat berniat merusak Alat Peraga Kampanye (APK). Tapi sampai ini hari, untuk saya pribadi, belum pernah mendengar ada orang terkena hukuman akibat pasal yang dimaksud. Mungkin saja pernah terjadi di suatu tempat, di kota saya ini. Entahlah.
Pada dasarnya pasal tersebut berlaku ketika pelakunya diketahui, dan ada yang melaporkan. Tapi menurut saya, logika sederhana saja, para oknum ini pasti berusaha selicin mungkin supaya tak ketahuan bagaimana pun caranya.
Namun, sebelum menunjuk jari ke batang hidung orang lain, ada baiknya kita merenungi sabda Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ini: "Hendaklah kalian menghisab (introspeksi) diri kalian sebelum kalian dihisab (oleh Allah subhanahu wa ta'alaa)."
----