Seperti masa-masa kampanye sebelumnya di Kota Pontianak, pinggir jalan dihiasi wajah-wajah lama dan baru yang siap berkompetisi mengisi jatah kursi di gedung dewan perwakilan rakyat.Â
Setiap kali berangkat kerja, selain mendengar kicau burung, mata saya dimanjakan warna-warni atribut para calon presiden dan calon anggota dewan legislatif.
Tak hanya di pinggir jalan, kadang-kadang ada juga yang dipancang di atas parit atau selokan yang baunya minta ampun. Buat saya, masih misteri tentang metode yang mereka pakai untuk menetapkan lokasi pemasangan poster kampanye.
Saya tak tahu sejak kapan, memindai kata-kata yang tertuang dalam atribut kampanye menjadi semacam hobi. Selain bisa memandangi foto yang barangkali sudah disunting habis-habisan, saya berusaha menganalisa visi-misi yang bersangkutan.
Hobi tersebut juga memberikan "pengetahuan baru" tentang desain. Dalam perspektif saya, sebagian dari poster dan spanduk yang dipasang itu hanya mendapatkan kreasi yang sangat sederhana. Terkadang tidak menarik, dan ada kalanya pula membuat mata sakit.
Suatu hari, ketika dalam perjalanan pulang dari tempat kerja, saya menemukan sejumlah poster caleg telah disobek entah oleh siapa. Benar, saya katakan benda itu "disobek", bukan sebab-sebab alami seperti angin kencang maupun serangan hewan. Sama seperti di kota lain, Pontianak juga menyimpan orang-orang iseng di dalamnya.
Tapi ketika berpikir lebih dalam, saya menemukan beberapa kemungkinan yang jangan-jangan memang telah terjadi. Orang iseng tidak saya sertakan dalam probabilitas, karena unsur "iseng" sambil merusak properti orang lain adalah milik orang bodoh.
Menurut perspektif saya, kemungkinan pertama yang menyebabkan sobeknya poster atau spanduk sejumlah caleg di jalanan adalah karena persaingan dari kalangan oknum lawan politik.
Mencabik-cabik poster lawan politik mungkin bertujuan untuk mengurangi elektabilitas. Dipikirnya ketika merusak bagian hidung pada foto, calon pemilih akan sulit mengenali orang yang dimaksud.
Bisa juga, agar masyarakat lebih fokus pada spanduk dan poster yang masih baik kondisinya saja, dan mengabaikan yang rusak. Tapi di sisi lain, hal itu juga bisa menjadi pedang bermata dua.