Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Keringat Jagung Salesman dan Pekerja Lepas

4 Desember 2023   06:12 Diperbarui: 4 Desember 2023   11:02 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup dengan melihat jam dinding, saya bisa tahu pasti bahwa Kota Pontianak pasti sedang terpapar suhu yang sangat panas. Perempuan berambut panjang sebahu itu tampaknya cukup berani menerjang cahaya mentari.

Saya kira dia sudah cukup lama menyisir kompleks-kompleks perumahan yang ada di sekitar sini. Wajahnya tampak lelah, bajunya yang berwarna hijau tampak agak basah akibat keringat.

Ketika itu saya agak sulit menebak dari perusahaan mana ia berasal, karena tiada tanda pengenal apa pun yang bisa menjadi petunjuk. Saya memperhatikan gerak-geriknya yang lincah. Sesekali ia berseru, "Permisi. Selamat siang!"

Suatu kenangan tiba-tiba menghinggapi, ketika saya masih menjadi seorang tenaga pemasaran jasa "gadai BPKB". Kurang-lebih seperti itulah, membagikan brosur ke sana-sini, dan berusaha bertemu orang-orang.

"Permisi. Selamat siang!"

Dia telah berdiri di pagar rumah saya sekarang. Saya baru saja bangun tidur (kebetulan hari libur). Kalau diperhatikan baik-baik, terlihat jelas keringat sebesar biji jagung di kulit wajahnya, berkali-kali ia menyeka.

Karena baru saja bangun tidur kepala saya masih terasa linglung, saya sempat kebingungan mencari kunci rumah. Setelah mendapatkannya, perempuan tadi telah lesap. Sepertinya setelah diabaikan oleh beberapa pemilik rumah, akhirnya semangat itu gugur.

Motivasi saya ingin menemuinya adalah karena selain ingin tahu produk, juga penasaran tentang lembaga apa yang masih memakai sistem door to door seperti itu di zaman ini. Apakah salah cara yang mereka pakai? Jawabannya: tergantung.

Namun dalam perspektif saya sebagai pekerja, menawarkan barang dagangan di lingkungan perkotaan, pada tahun 2023, merupakan sesuatu yang tak manusiawi.

Ya, saya masih teringat terakhir kali, kalau tak salah tahun 2016, dikejar anjing galak ketika sedang menyebar pamflet ke rumah-rumah.

Masyarakat di Kota Pontianak pada masa ini sudah jarang ada yang berkenan membukakan pintu untuk orang tak dikenal, akibat mulai tingginya tingkat kriminalitas. Sehingga, berdasarkan pengalaman yang saya dapatkan, jika datang langsung ke rumah seseorang tanpa mengenalnya (kecuali dia sedang berada di teras rumah), maka akan sangat sulit bertemu dengan yang bersangkutan. Alih-alih bisa berpromosi, hanya kesunyian yang didapat. Ongkos dan tenaga seolah habis sia-sia.

Pernah juga suatu waktu, saat masih menganggur, saya ditawari suatu pekerjaan dengan status "pekerja lepas".

Pekerjaannya adalah mendapatkan konsumen untuk meminjam uang dalam rangka membeli kendaraan bermotor di perusahaan tersebut. Bayarannya Rp25.000 per hari.

Setelah saya pikir baik-baik, biaya makan, biaya bahan bakar, intelektualitas, dan kelihaian lobi-melobi dibayar Rp25.000 per hari, tanpa tunjangan apa pun. Kalau terjadi sesuatu di jalan, misalnya kecelakaan, perusahaan tidak akan bertanggung jawab karena sejak awal tak ada "hitam di atas putih".

Sayang sekali, padahal waktu itu saya sangat butuh pekerjaan apa pun, namun jika melakoni pekerjaan tersebut, akan menjadikan keuangan saya minus. Akhirnya saya lepas saja.

Jika seorang pekerja yang bergerak dalam bidang penjualan dan pemasaran "dipersenjatai" dengan baik, dibayar, dan diperlakukan secara manusiawi, maka sistem pemasaran apa pun boleh-boleh saja. Tapi yang namanya "pekerja lepas", dalam pandangan saya, mana ada yang diperlakukan manusiawi. Sesuai namanya "pekerja lepas", sudah bekerja lalu dilepas. Bercanda.

Siapa pun di dunia ini, sebesar apa pun perusahaannya, jika tak manusiawi dalam memperlakukan orang-orang yang bekerja untuk mereka, maka potensi turnover karyawan akan sangat tinggi.

Dalam artikel yang berjudul "Memahami Alasan di Balik Turnover Karyawan, Berikut Penanganannya", ditayangkan oleh kontan.co.id, disebutkan bahwa gaji yang tak memadai dan kepemimpinan yang buruk menjadi dua faktor dari sekian banyak indikator penyebab terjadinya turnover karyawan.

Menurut saya, jika perusahaan telah memberikan "senjata" yang cukup untuk para tenaga pemasaran ini, maka mereka bisa melakukan tekanan target dengan cara yang fair. Lembaga pun dapat meminimalisasi kerugian dengan perjanjian kerja tertentu yang mengikat dan disetujui oleh kedua pihak.

Sisi bahaya jika perusahaan tetap memelihara "pekerja lepas" ini, bisa jadi ada potensi kerugian tersembunyi, misalnya tindakan oknum yang mengatasnamakan institusi untuk keuntungan pribadi.

Sebenarnya secara pribadi, dalam pemaparan kali ini khusus salesman door to door, saya tak terlalu peduli dengan teori-teori HRD, sistem pemasaran, dan sebagainya. Cukuplah para petinggi perusahaan menggunakan hatinya dalam berbisnis. Merencanakan profit, itu wajib! Memanusiakan pekerja, itu ajib!

----

Dicky Armando, S.E. - Pontianak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun