Masyarakat di Kota Pontianak pada masa ini sudah jarang ada yang berkenan membukakan pintu untuk orang tak dikenal, akibat mulai tingginya tingkat kriminalitas. Sehingga, berdasarkan pengalaman yang saya dapatkan, jika datang langsung ke rumah seseorang tanpa mengenalnya (kecuali dia sedang berada di teras rumah), maka akan sangat sulit bertemu dengan yang bersangkutan. Alih-alih bisa berpromosi, hanya kesunyian yang didapat. Ongkos dan tenaga seolah habis sia-sia.
Pernah juga suatu waktu, saat masih menganggur, saya ditawari suatu pekerjaan dengan status "pekerja lepas".
Pekerjaannya adalah mendapatkan konsumen untuk meminjam uang dalam rangka membeli kendaraan bermotor di perusahaan tersebut. Bayarannya Rp25.000 per hari.
Setelah saya pikir baik-baik, biaya makan, biaya bahan bakar, intelektualitas, dan kelihaian lobi-melobi dibayar Rp25.000 per hari, tanpa tunjangan apa pun. Kalau terjadi sesuatu di jalan, misalnya kecelakaan, perusahaan tidak akan bertanggung jawab karena sejak awal tak ada "hitam di atas putih".
Sayang sekali, padahal waktu itu saya sangat butuh pekerjaan apa pun, namun jika melakoni pekerjaan tersebut, akan menjadikan keuangan saya minus. Akhirnya saya lepas saja.
Jika seorang pekerja yang bergerak dalam bidang penjualan dan pemasaran "dipersenjatai" dengan baik, dibayar, dan diperlakukan secara manusiawi, maka sistem pemasaran apa pun boleh-boleh saja. Tapi yang namanya "pekerja lepas", dalam pandangan saya, mana ada yang diperlakukan manusiawi. Sesuai namanya "pekerja lepas", sudah bekerja lalu dilepas. Bercanda.
Siapa pun di dunia ini, sebesar apa pun perusahaannya, jika tak manusiawi dalam memperlakukan orang-orang yang bekerja untuk mereka, maka potensi turnover karyawan akan sangat tinggi.
Dalam artikel yang berjudul "Memahami Alasan di Balik Turnover Karyawan, Berikut Penanganannya", ditayangkan oleh kontan.co.id, disebutkan bahwa gaji yang tak memadai dan kepemimpinan yang buruk menjadi dua faktor dari sekian banyak indikator penyebab terjadinya turnover karyawan.
Menurut saya, jika perusahaan telah memberikan "senjata" yang cukup untuk para tenaga pemasaran ini, maka mereka bisa melakukan tekanan target dengan cara yang fair. Lembaga pun dapat meminimalisasi kerugian dengan perjanjian kerja tertentu yang mengikat dan disetujui oleh kedua pihak.
Sisi bahaya jika perusahaan tetap memelihara "pekerja lepas" ini, bisa jadi ada potensi kerugian tersembunyi, misalnya tindakan oknum yang mengatasnamakan institusi untuk keuntungan pribadi.
Sebenarnya secara pribadi, dalam pemaparan kali ini khusus salesman door to door, saya tak terlalu peduli dengan teori-teori HRD, sistem pemasaran, dan sebagainya. Cukuplah para petinggi perusahaan menggunakan hatinya dalam berbisnis. Merencanakan profit, itu wajib! Memanusiakan pekerja, itu ajib!