Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kerja, Doa, dan Fitnah

10 Januari 2022   23:22 Diperbarui: 11 Januari 2022   14:02 2239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Papa dan saya, jika saya sedang libur kerja, nyaris tiap saat "ribut" soal politik. Maklum, papa dulunya seorang ASN, ia bekerja di instansi yang bergerak di bidang infrastruktur jalan dan jembatan. Sehingga papa adalah seseorang yang sangat pro dengan apa pun kebijakan pemerintah.

Tempat di mana kami bisa berdamai, atau lebih tepatnya harus berdamai, adalah di meja makan. Mama saya akan marah luar biasa jika masih bicara politik ketika makan. Papa dan saya tentu saja sangat takut kalau mama marah. Waktu masih kecil saya sering dipecut menggunakan ikat pinggang.

Beberapa waktu lalu, mama memasak balado kentang kesukaan papa. Ya, di rumah orang tua saya ini sudah tak ada lagi "makanan kesukaan saya", karena memang saya sudah punya rumah sendiri. Kebetulan hari itu, saya memang datang dan ingin makan masakan mama.

Sambil mengunyah dan terbatuk-batuk papa berkata, "Minggu lalu saya menjenguk teman yang sakit."

Tak ingin kehabisan lauk, saya juga segera mengisi piring secepat kilat. Setelah beberapa saat baru saya tanggapi kata-kata papa. "Siapa?"

"Pak H."

"O ... siapa dia."

Papa meminum teh es di hadapannya. Ia kemudian diam. Matanya memandang ke langit-langit seperti sedang mengingat sesuatu. "Orang ini, dulu sekali semasa kerja, sangat sering memfitnah saya."

Kalau mendengar kata "fitnah", telinga saya selalu berdiri tegak. Saya tak menyangka dalam kehidupan ASN ada hal-hal semacam itu. Biasanya perihal seperti yang dikatakan papa hanya ada dalam dunia pekerja swasta.

"Difitnah seperti apa?" tanya saya penasaran.

"Dulu atasan saya sangat sering melontarkan kalimat amarah yang tak berdasar. Saya tak pernah melakukan apa yang dituduhkannya. Namun orang-orang baik hati di sekitar saya memberitahukan bahwa Pak H adalah dalangnya."

"Apa yang Papa lakukan setelah itu?"

Papa menambah nasi di piringnya. Bercerita tentang masa lalu sepertinya membuat ia tambah lapar. "Tak ada. Cukuplah Allah SWT sebagai penolong. Berdoalah. Doakan dia yang baik-baik. Biarkan Allah SWT yang mengurus keadilan yang seharusnya."

"Bagaimana keadaan Pak H kemarin?"

Lagi-lagi papa menghabiskan teh es di dalam gelasnya yang tadi sudah diisi ulang oleh mama. "Dia seperti orang hilang ingatan. Pak H tak mengenal satu pun dari kami yang mengunjunginya, padahal dulu satu kantor semua."

Cerita papa membuat saya teringat tentang orang-orang yang memfitnah saya di tempat kerja yang lama. Dalam benak, saya bertanya-tanya apakah mereka akan mendapatkan akhir seperti Pak H, ataukah mereka nanti urusannya di pengadilan akhirat saja?

Papa berkata lagi, "Intinya begini, kalau kamu dizalimi oleh orang lain, maka doakan dia yang baik-baik saja. Karena ketika kita dizalimi, itulah saat yang tepat bagi kita mengadu kepada Allah SWT, dan meminta dikabulkan apa yang menjadi harapan dan hajat. Jangan melakukan atau berkata hal-hal yang tidak baik."

Saya mengangguk setuju. Papa sedang mengajari anaknya bagaimana menjalani hidup sesuai dengan syariat Islam.

Setelah selesai makan, kami berdua menonton televisi. Tayangan yang disajikan adalah mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah di masa pandemi. Perang argumen dimulai. Tensi meningkat, suara papa mulai naik. Saya pakai jurus sindir dan perbandingan antar pemimpin sebelumnya.

Mama saya di kursi belakang tutup telinga.

----

Pontianak - Dicky Armando, S.E.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun