Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sepotong Kezaliman di Dunia Kerja

14 Desember 2021   01:18 Diperbarui: 14 Desember 2021   02:05 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingin berbagi pengalaman pribadi tentang kezaliman di dunia kerja. Sebelum lebih jauh, maksud dan tujuan karya tulis ini adalah murni untuk mengetuk hati siapa saja agar berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Tak ada niat "menjatuhkan" pihak mana pun. Semua nama atau pun merek, saya samarkan demi menjaga nama baik.

Awal mula keinginan membagikan kisah ini pun sebenarnya karena tiba-tiba saja---sebelum tidur---saya teringat banyak kenangan yang sungguh menyiksa batin. Saya berharap, saya adalah korban terakhir yang merasakan perkara seperti itu

Pada tahun dua ribu tujuh belas, saya melamar pekerjaan di Hotel X. Kebetulan, pemimpin tertinggi di tempat tersebut adalah mantan atasan saya di tempat kerja sebelumnya, namanya Pak Z. Singkat cerita proses rekrutmen berjalan lancar. Saya diterima bekerja. Alhamdulillah.

Hari demi hari berlalu, saya menikmati pekerjaan. Tak ada perkara aneh yang menyulitkan pikiran. Biasa saja.

Pertengahan tahun dua ribu sembilan belas menjadi awal mula momen yang benar-benar mengubah jalan hidup saya. Melalui proses "politik kantor" yang rumit dan kotor, beberapa karyawan lama berhasil menyingkirkan Pak Z dari posisinya. Rumor beredar bahwa sebagian "karyawan lama" ini punya akses untuk memengaruhi pemilik hotel.

Entah apa yang mendasari orang-orang itu menyingkirkan Pak Z. Namun dari perspektif saya, mereka tak suka dengan kepribadian Pak Z. Masalahnya, ini dunia kerja, bukan lingkungan tetangga. Bukankah kita harus menilai hasil kerja? Andai kata pekerjaan mantan atasan saya itu dianggap jelek prestasinya, maka harus dilakukan evaluasi yang komprehensif supaya adil.

Saya berpendapat bahwa profesionalitas di Indonesia hanya slogan, sisanya tahi kucing. Semua soal suka atau tidak suka. Bukan prestasi atau tak berprestasi. Kisah ini tentang bagaimana satu orang atau lebih menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk membuat orang lain bekerja dengan rasa tak nyaman.

Pak Z kemudian diganti oleh seseorang yang merupakan rekomendasi sebagian "karyawan lama", namanya Pak O. Ide besarnya adalah memangkas "orangnya Pak Z", artinya saya termasuk dalam kategori tersebut.

Satu demi satu Pak O dan tim-nya mendepak "orangnya Pak Z". Barangkali ketika giliran saya tiba adalah yang paling banyak drama. Ketika pandemi Covid-19 melanda seluruh negeri, saya mendapatkan hari kerja paling sedikit, sementara rekan-rekan kerja lain mendapatkan porsi lebih banyak.

Kemudian saya dipindahkan posisinya sebagai "satuan pengaman" (satpam) yang sering masuk pada malam hari. Karena masih perlu uang---dan masih bersyukur bisa kerja tentunya---saya tak mempermasalahkannya.

Beberapa minggu kemudian, saya dipindahkan menjadi resepsionis yang juga sering masuk malam. Tetap saya lakoni meski istri di rumah bertanya-tanya kenapa hanya saya yang sering dapat jadwal malam. Tapi saya selalu katakan kepadanya: "Kita masih perlu uang untuk bayar listrik." Kalau sudah berkata seperti itu, ia diam. Sebenarnya saya tak tega, tapi mau bagaimana lagi.

Setiap akan pergi kerja malam hari, betapa pedih hati saya melihat wajah polos si buah hati. Biarlah saya disiksa dan dihina oleh orang-orang itu, yang penting anak saya bisa makan cukup, dan kami bisa menabung untuknya.

Ketika saya bekerja sebagai resepsionis, kesalahan saya sering dicari-cari. Bahkan dalam sudut pandang saya, ada beberapa kasus yang "by design". Misalnya ada tamu yang ingin pindah kamar pada malam hari (sekitar jam dua belas malam), saya langsung menghubungi manajer, dan ia mengizinkan.

Besok paginya, manajer dan saya mendapatkan "surat peringatan kedua" (SP2) dengan jangka waktu satu tahun. Ketika saya analisa, bukan manajer saya yang menjadi sasaran tembak, melainkan saya sendiri. Namun akan terlalu tampak jika manajer saya tidak dikenakan hukuman. Jangka waktu SP2 juga tak wajar, terlalu panjang, dari beberapa artikel yang saya pelajari, biasanya hanya enam bulan.

Kepada manajer, saya mengatakan bahwa saya ingin dipindah posisi sebagai bagian tenaga kebersihan kebun saja. Tapi tidak dikabulkan. Analisa saya adalah jabatan tersebut sangat sulit dicari kesalahannya.

Suatu pagi, saya mendapatkan pesan via Whatsapp (WA): "Saya tahu kamu sangat hormat dengan pemimpin kamu sebelumnya, tapi harus diingat bahwa sekarang saya bos-nya. Kamu jangan bikin ulah membocorkan informasi kepada pihak lain. Ingat kamu masih ada anak-istri yang harus diberi makan." Begitu kira-kira inti pesan yang dikirim Pak O.

Saya mengelus dada ketika membaca-nya. Itu adalah tuduhan yang tak sama sekali tak pernah saya lakukan. Pesan WA tersebut saya perlihatkan kepada beberapa rekan kerja. Mereka geleng-geleng kepala saja. Kami sudah sama-sama tahu ada yang tak benar. Paling penting adalah pesan yang dikirimkan Pak O itu telah merendahkan harga diri saya sebagai kepala keluarga, dan sebagai seorang karyawan.

Tuhan mengabulkan doa-doa saya satu bulan kemudian. Saya mendapatkan kerja di tempat lain. Di sini saya ingin mengatakan bahwa sudah seharusnya kita bergantung hanya kepada Tuhan YME. Ketika Anda---para pembaca karya tulis ini---sedang dizalimi, maka berdoalah! Sang Penguasa Alam tak akan membiarkan orang zalim terus berkuasa. Ini cuma perkara waktu.

Harapan saya, bahwa orang-orang yang pernah menzalimi saya mendapatkan hidayah dan keberkahan dalam hidupnya, saya sungguh ingin kalian bahagia. Bagi kawan-kawan yang masih berjuang melawan kezaliman di dunia kerja, saya mendoakan agar Tuhan menyegerakan pertolongan-Nya. Aaaammiin!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun