Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akal dan TikTok Harusnya Sejalan

5 Mei 2020   23:40 Diperbarui: 5 Mei 2020   23:41 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: vivanews.com

Rasanya suatu ketika, saya pernah membaca tulisan seperti ini: "Bunda, inilah pentingnya memberi ASI pada anak sejak dini." Entah di mana. Lupa.

Kalau tidak salah, ungkapan tersebut seperti sindiran pada hal-hal konyol yang dilakukan oleh generasi muda. Meski saya tidak terlalu sependapat dengan kalimat tersebut, namun terdengar lucu juga.

Kali ini, kekonyolan generasi muda datang dari seorang gadis berumur 19 tahun yang berasal dari Kabupaten Lombok Tengah. Kabarnya Polda NTB telah mengamankan si pelaku.

Anda bisa membaca berita tersebut di vivanews(dot)com dengan judul artikel "Bikin TikTok Salat Sambil Joget, Gadis Ini Terancam Lebaran di Tahanan", terbit hari ini, 5 Mei 2020.

Gadis tersebut---berinisial RE---bermain TikTok memperagakan salat sambil joget. Videonya viral, dan menuai kecaman. Saya sendiri belum lihat seperti apa, dan tak ingin melihatnya lantaran takut terbawa emosi mengingat isu seperti ini sangat sensitif untuk saya pribadi.

TikTok sendiri pada dasarnya seperti pisau. Ketika digunakan oleh orang yang salah, akan terjadi akibat yang fatal. Rasa-rasanya ini bukan perkara aplikasi tersebut, meski memang dengannya selalu ada peluang untuk hal-hal yang lebih aneh.

Maka yang menjadi perihal utama adalah "orang": tempatnya lupa dan salah. Mungkin lebih tepatnya selera humor sebagian manusia di bumi ini terserang virus yang belum diketahui.

Khususnya oknum generasi muda sekarang, menurut saya, cara mereka bercanda mengalami kemunduran sekian abad. Entah disengaja, atau memang murni akibat kebodohan yang mereka tidak ingin sisakan untuk generasi yang lebih tua.

Ollie Schnitzer dalam artikelnya yang berjudul "Why is Millenial Humor so Bizzare?"---terbit di thebottomlinenews(dot)com---menyebutkan, "You would come to the conclusion that none of these jokes have any substantive meaning at all; they lack structure and sense."

Fokus pada kalimat "They lack structure and sense". Saya sependapat, mungkin inilah masalahnya. Banyolan generasi muda kekurangan struktur dan rasa.

Dalam kasus RE, ketika ia bermain TikTok itu, tidak melalui proses berpikir dan "merasa" yang mendalam. Entah bagaimana ritual salat dengan mudahnya dijadikan bahan lelucon.

Saya selalu mengaitkan kekonyolan oknum generasi muda dengan lemahnya literasi di antara mereka. Smartphone yang seharusnya menjadi "senjata" bagi mereka untuk mendapatkan informasi yang berguna, hanya akan---dan selalu---menjadi mainan yang tak ada artinya, baik ketika mereka punya paket internet maupun tidak.

Lemah literasi erat kaitannya dengan malas membaca, yang kemudian membuat mereka memiliki perspektif sempit mengenai lingkungan sekitar. Hal tersebut akan berimbas pada bagaimana mereka memperlakukan orang yang lebih inferior.

Orang-orang seperti itu biasanya akan berkembang menjadi penjilat nomor wahid. Sayangnya, mereka ini yang akan tetap bertahan dan menempati posisi-posisi penting. Oleh karena itu, sekarang kita harus berubah: "Yang waras jangan mau mengalah". Memangnya mau kalau keputusan vital diambil oleh orang "gila"?

Saya ingin cerita sedikit tentang Negara X. Negara tersebut punya pemimpin yang tidak kompeten, sering nge-prank rakyatnya, tidak punya daya tawar terhadap pihak asing, dan lain-lain. Jangan tanya bagaimana ia terpilih, ya! Intinya, ketika orang gila berkuasa, banyak yang akan jadi korban.

Ehm ... kembali lagi ke topik awal.

Terutama seorang muslim, hendaknya sebelum bertindak, kita wajib melalui proses berpikir dan "merasa". Sebab-akibat yang akan timbul harus diprediksi dengan baik, apalagi di zaman seperti sekarang yang serba sensitif.

Islam punya istilah sendiri bagi orang-orang yang berakal, mereka disebut ulil albab. Willi Ashadi, S.H.I., MA menuliskan dalam artikel "Menjadi Manusia Ulil Albab"---diterbitkan oleh blog Universitas Islam Indonesia---menjelaskan ulil albab senantiasa menggunakan akalnya untuk mengobservasi, memikirkan, menghayati, mengintrospeksi akan adanya sesuatu yang telah diciptakan oleh Allah SWT.

Maka jelas sudah, bermain TikTok sambil memperagakan gerakan salat sambil berjoget telah melemahkan semangat keislaman itu sendiri. Hawa nafsu ingin populer telah melemahkan akal. Bisa jadi seperti itu.

Katanya si RE ini sudah minta maaf. Kita wajib memafkan, bukan? Dan proses hukum juga seharusnya berjalan sebagaimana mestinya.

Yuk, otak dipakai juga sebagaimana telah dianugerahkan kepada kita.

***

Dicky Armando, S.E.-Pontianak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun