Kisah ini benar-benar terjadi. Tepatnya beberapa tahun lalu. Saya selalu membenci tokoh seperti Boa. Saya tidak menghakimi gaya hidupnya selama ia mampu, melainkan "cara" yang digunakannya untuk menipu banyak orang. Menggunakan banyak alasan tak masuk akal--dalam perspektif saya--adalah metode kejahatan.
Pertanyaannya: "Apakah Boa bisa dianggap penjahat?"
Saya mengutip dari artikel yang ditulis oleh Margaretha, berjudul "Mengapa orang melakukan kejahatan?", diterbitkan di psikologi(dot)unair(dot)ac(dot)id, pada tanggal 19 Maret 2013: "Kejahatan sering diartikan sebagai perilaku pelanggaran aturan hukum akibatnya seseorang dapat dijerat hukuman. Kejahatan terjadi ketika seseorang melanggar hukum baik secara langsung maupun tidak langsung, atau bentuk kelalaian yang dapat berakibat pada hukuman. Dalam perspektif hukum ini, perilaku kejahatan terkesan aktif, manusia berbuat kejahatan. Namun sebenarnya "tidak berperilaku" pun bisa menjadi suatu bentuk kejahatan, contohnya: penelantaran anak atau tidak melapor pada pihak berwenang ketika mengetahui terjadi tindakan kekerasan pada anak di sekitar kita."
Artikel tersebut juga menjelaskan pelaku kejahatan adalah orang yang melakukan tindakan melanggar hak dan kesejahteraan hidup seseorang.
Mengingat saya bukan ahli hukum, bahkan sangat awam soal hukum pidana maupun perdata, namun definisi mengenai pelaku kejahatan yang dijelaskan dalam artikel tersebut sudah cukup mencerahkan.
Maka jawaban atas pertanyaan sebelumnya adalah: "Ya, Boa adalah penjahat."
Katakanlah terlalu berlebihan kalau mengatakan ia penjahat, setidaknya dia merupakan debitur yang sangat buruk.
Masih terlalu berlebihan?
Baik, dia merupakan perwujudan peribahasa "besar pasak daripada tiang". Fair enough?Â
---
Pontianak, 11 April 2020
Dicky Armando, S.E.