Wanti sedang harap-harap cemas, karena di ruang tamu telah duduk seorang pria pilihannya. Kedua orangtua Wanti sepertinya sedang menimbang akan jadi apa calon menantunya itu kelak.
"Kamu sudah bekerja, Nak? tanya ayah Wanti.
"Sudah, Pak."
"Jadi apa kamu?" tanya ibu Wanti penuh penasaran dan pengharapan.
"Bisnis rumah makan, Bu."Suasana hening seketika, seperti ada aura suram di langit-langit rumah Wanti. Ayah dan ibu Wanti yang merupakan pensiunan pegawai negeri saling pandang.
Ibu Wanti bertanya lagi, "Kenapa tidak jadi PNS saja?"
Anton terdiam, pria itu kebingungan. Dia merasa tidak enak kalau harus menjawab "... bukan passion hidup saya". Tapi akhirnya dia menjawab sekenanya saja, "Belum rezeki, Bu."
Suasana hening lagi. Ayah dan Ibu Wanti kembali berpandangan. Di dalam kamar, Wanti sudah merasakan firasat buruk yang amat sangat.
Singkat cerita, hubungan Anton dan Wanti tidak direstui lantaran khawatir bisnis rumah makan itu tidak mampu menghidupi keduanya. Akhirnya dua tahun yang berat dilewati oleh sejoli yang sedang patah hati.
Pada tahun ketiga, di bulan Januari tahun 2017, ayah dan ibu Wanti sedang bersenda gurau dengan seorang PNS, Wanti duduk di samping pria beruntung itu.
Wajah Wanti semakin menawan terkena cahaya lampu mewah yang berwarna putih agak kekuningan itu. Wanti kemudian segera memakai sweater, karena tidak tahan dingin.
Entah bagaimana, AC di belakang Wanti, tiba-tiba mengecil. Wanti pun membuka lagi sweater yang baru saja dikenakannya.
"Terima kasih, Nak! Sudah lama aku ingin makan di tempat ini," ujar ayah Wanti.
Si PNS senyum-senyum saja.
"Sering-sering ya, Nak!" kata ibu Wanti. Beliau begitu bersemangat.
Tak lama berselang, makanan yang mereka pesan telah terhidang di meja. Seorang wanita --karyawan restoran-- dengan sigap melayani semua permintaan keluarga bahagia itu.