Di sisi lain, orangtua kita juga akan lebih mengenal sosok anaknya yang telah dewasa.
Karena---mungkin saja---banyak yang terekam dalam ingatan mereka bahwa kita masih seorang bocah. Biarkan mereka mengorek lebih dalam bagaimana kita menjalani hidup yang kadang sering membuat kita bingung di persimpangan jalan.
Saya juga ingin papa dan mama tahu, betapa banyak sekali pikiran saya ketika menunggu giliran di lampu merah.
Percayalah, kita ini sebagai manusia dewasa yang masih aktif bekerja, sering terlalu percaya diri tak perlu nasihat lagi. Padahal orangtua kita punya banyak petuah dari pengalaman mereka di masa lalu.
Buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Sedikit-banyak kelebihan dan kekurangan saya, pasti tercermin dari papa dan mama. Tak ada salahnya mencoba mendengarkan sedikit saja perkataan mereka, siapa tahu ada hikmah tersembunyi di dalamnya.
Memang benar, saat lelah pulang bekerja, malas betul mau bertemu dengan siapa pun. Tapi sekarang ini, saya berusaha untuk tetap mengunjungi papa dan mama.
Teman-teman saya yang orangtuanya sudah tiada sering bilang begini, "Baik-baiklah kau dengan orangtua. Kalau mereka sudah 'berangkat', kepada siapa lagi kau mengadu?"
Saya renungkan kata-kata mereka, dan suatu hari nanti pun mungkin saya akan menjalani masa purna tugas. Entah saya akan berakhir dalam kesunyian, atau cinta kasih anak-anak.
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Alquran, surah Al-Isra, ayat 24). ***
Sumber bacaan:
1. Prawira, A. E. "Post Power Syndrome, Ketidakmampuan Individu Terima Hidupnya Kini". 2017. Web. 2 Oktober 2019. liputan6.com
2. "Post Power Syndrome". 2010. Web. 2 Oktober 2019. nasional.kompas.com