Minggu lalu, saya dan beberapa teman baik menghabiskan akhir pekan di sebuah warung kopi di Kota Pontianak. Satu di antara kami --yang paling muda-- mengeluh betapa susahnya mendapatkan pekerjaan di Kota Pontianak.
Pedih juga rasanya hati ini mendengar ceritanya, namun di Kota Pontianak, ada 2 tipe pencari kerja.
Pertama, jenis orang yang berkata bersedia kerja apa pun, dan benar-benar melakukannya. Kedua, tipe manusia yang berkata mau bekerja apa saja, tapi dalam kenyataannya pilih-pilih.
Entahlah masuk kategori mana dia itu, saya tak berani menilai terlalu jauh. Di masa persaingan dalam dunia kerja sekarang ini, sah-sah saja kalau tetap berpegang teguh ingin pekerjaan yang --katakanlah-- bergaji besar. Namun, ketika Anda perut Anda kelaparan, pilihannya hanya 2, yaitu kerja apa pun atau tetap menganggur dan menjadi parasit bagi orang lain. Kecuali Anda anak orang kaya, itu beda kisah.
Kami bersepakat bahwa kesempatan kerja berkaitan erat dengan decision maker yang terhormat di negara ini. Artinya keputusan-keputusan politis akan berpengaruh sangat signifikan.Â
Dikutip dari pontianak(dot)tribunnews(dot)com, penggangguran terbuka di Provinsi Kalimantan Barat pada bulan Februari tahun dua ribu delapan belas, sebesar empat koma lima belas persen, sementara pada bulan Februari tahun 2019, sebesar 4,14%. Ada penurunan, sayang belum terlalu memuaskan memang.
Untuk Kota Pontianak, agar pemimpin negara ini semakin dicintai di daerah ini, saya mencoba menyumbangkan pemikiran dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran.
Berangkat dari kesukaan saya makan ikan, begitu pula dengan lingkungan pergaulan selama ini yang sering menghadirkan menu ikan dalam pertemuan-pertemuan, baik formal maupun tidak.
Data kebutuhan ikan untuk Kota Pontianak belum saya dapatkan. Tapi, saya berkesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat di sini sangat menyukai menu ikan.Â
Dikutip dari pontianakpost(dot)co(dot)id Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat --Herti Herawati-- menyebutkan bahwa produksi ikan di perairan Kalimantan Barat terjadi peningkatan signifikan, yang mungkin disebabkan oleh lunaknya beragam kebijakan pemerintah bagi nelayan.