Mohon tunggu...
Arman Batara
Arman Batara Mohon Tunggu... Editor - Penggiat Literasi Media

Tak ada manusia yang mampu menghindari dari kematian. Lantas, apa yang akan kamu sombongkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guruku Tercinta Namamu Melekat dalam Sanubariku

26 November 2021   00:45 Diperbarui: 26 November 2021   00:50 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu rasa malas seakan memeluk erat sekujur tubuhku, seakan ia tak rela aku terbangun dari ranjang reyod yang sudah lama menemani.

Ditambah dingin yang menusuk sampai ke tulang sum-sum semakin hangat rasanya pelukan rasa malas tersebut, yang konon ia selalu datang kepada setiap manusia.

Pun, kehangatan bertambah saat selimut yang bertambah banyak bolongnya itu seakan menyatu dengan kulitku. Namun, rasa malas itu pergi dengan kilat saat terdengar suara sayup seorang perempuan memanggil namaku.

Dia adalah Ibuku, yang waktu itu usianya sekitar tiga puluh lima tahun, usia produktif dan  terbilang kuat selalu semangat dalam menjalani kehidupan walaupun dengan segala keterbatasannya yang ia miliki.

"Rita!!! Rita!!!  gera hudang,  ges setengah geneup," ia membangagunkanku dengan sedikit berteriak, maklum aku punya kebiasaan susah untuk bangun dari tempat tidur "kebluk".

"Enya iyeu ges hudang," jawabku dengan mata masih tertutup.

Perlahan aku beranjak dari kamar tidurku yang berukuran sekitar tiga kali dua meter setengah, serta berdinding bambu "bilik" dan berlantaikan bambu "talupuh".

Lalu aku beranjak ke "jamban" yang hampir sekitar seratus lima puluh meter dari rumahku. "Jamban tersebut adalah jamban warga yang dimiliki oleh salah seoarang warga Desa Cimungkal.

Walaupun mandi pagi rutinitas yang biasa aku kerjakan namun tetap saja aku merasakan menggigil kedinginan.

Selesai mandi kusempatkan sholat subuh walaupun agak sedikit kesiangan, namun tak mengurangi khusu dalam sholatku.

Setelah berganti seragam putih merah, lalu aku sarapan walaupun hanya alakadarnya namun kenikmatannya sungguh tiada tara.

Setelah semunya selesai lalu kugendong tas sekolahku yang waktu itu berwarna merah, sedikit warnanya mulai memudar setelah beberapa tahun tas itu menemaniku.

Sekolah tempatku belajar lumayan agak jauh, jarak tempuh hampir seribu lima ratus meter dengan ditempuh jalan kaki kurang lebih lima belas menit.

"Ita yeu ker jajan sareng kanggo nabung" kalau dibahasa Indonesia kan "Ita ini buat jajan sekalian buat nabung," ibuku memberikan satu lembar uang bergambar monyet.

Diperjalanan menuju sekolah aku bertemu dengan seorang teman lelaki yang bernama Ramadani dia satu sekolah dan satu kelas denganku.

Oh, ya, aku belum mengenalkan tempat sekolahku waktu aku berseragam putih merah. Nama sekolahku adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Banjarsari, yang berlokasi di jalan Banjarsari, Desa Cimungkal, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Asyik ngobrol sepanjang jalan dengan Ramdani sehingga tak berasa sudah sampai sekolah yang dituju. Setelah berdiri sebentar di depan sekolah dan menyapa teman-temanku, aku langsung masuk ke ruang kelasku yang kebetulan dibarengi dengan bunyi lonceng menandakan agar semua anak didik disekolah itu agar segera masuk.

Dikelasku waktu itu sekitar dua puluh dua siswa dan siswi, kami semua duduk rapih menunggu guru kami, dan beberapa detik kemudian pak guru agama datang yang kebetulan pada hari itu bagian pelajaran agama.

Sebut saja pak guru agama itu Pak Abbas, "Assalamualaikum" "Waalaikumsalam," anak-anak menjawab salam Pak Abbas.

"Anak-anak hari ini kita akan membahas perjalanan Kanjeng Nabi Muhammad SAW saat menjalankan perintah dari Allah langsung yaitu Isra Mi'raj," kata penghantar Pak Abbas saat akan membahas pelajaran agama tersebut.

Isra merupakan perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Yerussalem.

Sedangkan Miraj merupakan kisah perjalanan Nabi dari bumi naik ke langit ketujuh dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian).

"Untuk menerima perintah Allah SWT menjalankan salat lima waktu dalam sehari semalam," terang Pak Abbas.

Lebih dalam, Pak Abbas menerangkan, bagaimana kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW saat mendapatkan perintah Allah tersebut.

bermula saat Rasulullah SAW mengisi waktu usai Isya dengan tidur lebih awal agar dapat bangun pada sepertiga malam terakhir untuk salat. Namun, malam itu malaikat Jibril datang mengunjungi Rasulullah.

Jibril lalu mengajak Rasulullah keluar rumah dan bepergian, melaksanakan Isra Miraj. Rasulullah kemudian menaiki Buraq bersama Jibril dan Mikhail, untuk kemudian dalam sekejap melesat menuju Masjidil Aqsa.

Singkat, Pak Abbas juga menerangkan, tatkala dalam perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW  bertemu dengan para Nabi dan banyak para penghuni surga. Namun, sangat sedikit bertemu dengan para penghuni neraka.

Pak Abbas terimakasih apa yang engkau berikan, Semoga pelajaran  yang engkau berikan waktu itu menjadi pelecut dalam hidup kami, agar senantiasa kami bertemu dengan banyak orang-orang baik, sholeh yang selalu memotivasi kami agar kami hidup lebih baik.

Tulisan ini tidak ada tujuan lain, selain mengajak mengenang jasa-jasa guru kita yang telah memberikan keilmuannya sehingga mampu membuka Cakrawala kita.

Kuucapkan, SELAMAT HARI GURU engkau adalah pahlawan dalam menata kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun