Seandainya saja saya diperbolehkan untuk berbicara jujur, saya akan berbicara sejujur-jujurnya, tentunya tanpa menyinggung perasaan siapapun yang beda pandangan dengan saya.
Tapi, juga mengkaji/memahami perihal ini dengan sudut pandang yang berbeda dan tanpa menyalahkan orang lain dengan membuatnya lebih obyektif dan mempertimbangkan dengan pemikiran yang ada.
Saya berterus terang dan saya yakin dan percaya bahwa siapa pun yang menginginkan sebuah kekuasaan, bukan hanya nafsu ingin berkuasa. Tetapi, ingin memberikan kemaslahatan terhadap masyarakat dari sebuah kekuasaan tersebut.
Kendati demikian, banyaknya dugaan beberapa oknum yang menyalahgunakan kekuasaan tersebut. Terbukti banyak media nasional yang memberitakan penyalahgunaan oleh oknum yang berkuasa.
Tahta, siapa yang tidak terbuai? Dengan kekuasaan tersebut sang penguasa bisa mengambil semua kebijakan. Entah, kebijakan tersebut bisa untuk mensejahterakan masyarakat ataupun hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja.
Sepertinya tak usah jauh-jauh melihat sebuah kekuasaan seorang Presiden, kita lihat paling dekat saja seperti kekuasaan struktur pemerintah  yang paling bontot, seperti Kepala Desa/Kades.
Lalu bagaimana dengan proses merebutkan sebuah kekuasaan? Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satunya adalah pemilihan kepala desa (Pilkades) yang dipilih langsung oleh rakyat.
Pilkades diadakan di desa, dan ternyata
Pilkades tidak semata-mata hanya perebutan sebuah kekuasaan, dalam proses suksesi kepemimpinan di desa tersebut, juga tetap memperhitungkan  atau bagaimana strategi kampanye dilakukan, agar mendapat dukungan
dari masyarakat desa.
Kendati demikian, lebih daripada itu ternyata semua bisa menyoal menyangkut sebuah gengsi, harga diri dan kehormatan. Sehingga, bagi masyarakat desa Pilkades lebih emosional dan rasional dibandingkan dengan pemilihan-pemilihan lainnya seperti Pilkada, Pileg bahkan Pilpres.