Mohon tunggu...
Kang ARMALA
Kang ARMALA Mohon Tunggu... lainnya -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengukur Kesuksesan

4 April 2013   04:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:46 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Membicarakan tentang tujuan hidup, banyak orang yang menghubungkannya dengan kesuksesan. Meraih sukses dalam kehidupan di dunia, memang telah menjadi dambaan setiap orang. Saya menyebutnya “dambaan” karena tidak banyak yang mampu mewujudkannya. Bahkan beberapa literatur menyebutkan bahwa orang yang benar-benar sukses itu jumlahnya tidak lebih dari satu persen dari populasi umat manusia di dunia.
Kesuksesan, memang tidak datang secara otomatis pada setiap orang. Untuk bisa meraihnya, kita tidak cukup hanya dengan memiliki keinginan, namun harus memperjuangkannya. Kalau tidak percaya, coba periksa saja daftar keinginan Anda! Apakah semua keinginan Anda selalu tercapai? Atau sebaliknya belum ada satu pun yang Anda raih. Harus kita sadari bahwa kita tidak akan mendapatkan apa yang kita inginkan, namun kita akan mendapatkan apa yang kita lakukan.
Sebenarnya apa sih “kesuksesan” atau “meraih sukses” itu? Ada banyak definisi tentang kesuksesan, sama banyaknya dengan jumlah judul buku tentang kesuksesan yang dapat Anda jumpai di toko-toko buku. Ini terjadi karena hampir setiap penulis mempunyai definisi sendiri tentang arti kesuksesan.
Dalam buku yang saya tulis “Meraih Sukses Itu {tidak} Gampang” (diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama), saya mendefinisikan kesuksesan dalam dua pengertian dasar. Pertama, sukses berarti mencapai apa yang kita inginkan. Dan kedua, sukses adalah mampu memaksimalkan semua potensi yang ada dalam diri kita.
Konsep tentang kesuksesan ini bisa jadi, sangat jelas bagi seseorang tetapi tidak terlalu jelas bagi orang lain. Karena kesuksesan itu relatif. Jadi, mencari dan bertanya tentang kesuksesan adalah hal yang sangat wajar. Misalnya sebagian orang menilai bahwa seseorang sudah sukses, sementara yang bersangkutan sendiri merasa masih belum sukses. Atau bisa juga sebaliknya, seseorang merasa sudah sangat sukses, namun orang lain menganggapnya belum apa-apa.
Namun demikian ada beberapa indikator utama yang biasa dipakai untuk mengukur kesuksesan seseorang.
Pertama, sukses diukur dengan materi atau kekayaan. Orang dikatakan sukses jika ia memperoleh kelimpahan materi atau punya banyak harta/uang. Namun, pertanyaannya adalah berapa banyak harta/uang yang yang harus dimiliki agar dikatakan sukses? Apakah jika penghasilan kita Rp. 100 juta sebulan? atau apakah kalau kita memiliki kekayaan yang setara dengan yang dimiliki oleh Carlos Slim? (orang terkaya di dunia versi Forbes, harta kekayaannya pada tahun 2013 sebesar 73 miliar dolar AS atau sekitar Rp. 700 trilyun).
Banyak dari kita menggunakan ukuran ini sebagai kesuksesan, maka banyak orang yang berusaha mengumpulkan banyak harta/uang agar bisa dikatakan sebagai orang sukses.
Hati-hati terhadap ukuran ini! memang tidak ada salahnya kita memiliki banyak uang, tetapi akan menjadi buruk dan berbahaya, jika kemudian banyak orang yang berusaha menyamarkan dirinya hanya agar orang lain menilai dirinya sukses dengan cara berusaha memiliki dan memamerkan barang-barang mewah atau bermerek yang dilekatkan dalam tubuhnya, meskipun secara finansial sebenarnyabelum layak untuk memiliki barang-barang tersebut.
Banyak orang pada umumnya tertipu oleh penampilan luar yang bisa dilihat dan dinilai dengan segera dalam hitungan detik. Padahal apa yang dapat diamati dengan mata telanjang belum tentu menunjukan kondisi yang sebenarnya.
Kedua, kesuksesan diukur dengan ketenaran atau keterkenalan. Disini ukurannya adalah berapa banyak orang yang mengenal kita.
Oleh sebab itu banyak orang yang berlomba-lomba mengikuti audisi untuk mengikuti lomba-lomba atau acara-acara yang diselenggarakan oleh stasiun televisi, karena dianggap sebagai jalan pintas menuju kesuksesan, sampai-sampai ada orang yang sesungguhnya ”tidak berbakat” nekat mengikuti audisi hanya sekedar biar wajahnya muncul di televisi, dengan harapan segera menjadi terkenal.
Atau banyak juga orang yang sebenarnya secara ekonomi sudah sangat berkecukupan, namun masih tetap ingin mejadi populer. Misalnya dengan menjadi artis, pembicara publik, pengamat, dan sebagainya. Bagi mereka kesuksesan tidak semata-mata diukur dari kekayaan, namun juga dari popularitas, ketenaran atau keterkenalan.
Ketiga, kesuksesan diukur dengan kekuasaan. Kalau kita memiliki kekuasaan misalnya menjadi manajer, direktur perusahaan, bupati, gubernur atau presiden, maka kita akan dianggap sebagai orang yang sukses. Itulah sebabnya banyak tokoh nasional yang berjuang mengejar posisi sebagai presiden meskipun mereka sudah populer dan kaya.
Ada satu indikator lain yang bisa dianggap untuk mengukur kesuksesan, yaitu passion (gairah atau keinginan yang besar). Indikator ini agak unik karena tidak secara langsung berkaitan dengan penilaian masyarakat.
Bisa saja prestasi seseorang biasa-biasa saja di mata masyarakat kebanyakan, namun yang meraihnya merasakan bahwa ini adalah kesuksesan yang luar biasa karena ia meraih apa yang menjadi impiannya. Misalnya yang dilakukan oleh Mohandas Gandhi di India pada awal tahun 1900-an. Gandhi membantu membebaskan orang-orang India dari pemerintahan Inggris melalui perlawanan tanpa kekerasan. Suatu pekerjaan yang pada awalnya dianggap sia-sia karena dipandang tidak akan berhasil. (www.sekolahmanager.com; www.humplus.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun