Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

4 Alasan Perempuan Mandiri Tak Selalu Beruntung dalam Hidup

25 Juli 2020   18:50 Diperbarui: 25 Juli 2020   18:41 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia rentan merasa tinggi ketika dia berada disatu pencapaian tertentu dalam hidupnya. Awalnya sih perempuan berkarir bermaksud menjaga dirinya dari potensi sikap tak layak suami. Namun ketika dirinya berada diketinggian, justru dirinya yang mulai menunjukkan sikap remeh pada suami.

Apalagi pada kondisi karir isteri yang tinggi, sebagian suami bakal lebih sensitif pada isteri. Bila tak mampu mengendalikan diri, suami bisa mulai merasa tersaingi dan berpikir negatif pada prilaku istri. Ini juga merupakan benih-benih konflik yang bisa membesar bila tak segera ditangani.

3. Susah mendapat pertolongan orang lain

Perempuan mandiri kerap tampil percaya diri, bersemangat, emosi yang stabil, seakan tanpa masalah. Justru dirinya yang hadir buat orang lain. Namun dia kan manusia biasa. Adakalanya dia jatuh dalam sebuah masalah yang membutuhkan bantuan orang lain. Kadang kala dia bersedih dan butuh orang lain untuk mengatasi kesedihannya.

Tetapi citra diri perempuan mandiri bisa saja membuat orang di sekelilingnya kurang peka dengan keadaan dirinya. Disangka si perempuan mandiri tak terlalu butuh bantuan, bisa selesaikan masalah sendiri sehingga diabaikan.

4. Kurang disenangi karena terkesan egois

Egois disini maksudnya cenderung mempertahankan pendapat sendiri. Baik lelaki dan perempuan dalam hal ini sama sih. Ketika seseorang mandiri dengan bekal kecerdasannya, dia bisa saja abai pada pendapat orang lain. Lebih meyakini pendapatnya ketimbang saran orang lain. 

Sehingga dia lebih sering memilih mengambil pendapatnya sendiri daripada mempertimbangkan serta mengambil pendapat orang lain. Meski pada akhirnya pendapat orang lain ketahuan lebih baik darinya, tetap saja dia berusaha membela dirinya karena dia harus selalu benar.

Maka sependek ilmu dan pengalaman hidup saya, saya belajar bahwa cara hidup paling baik adalah menempatkan diri sesuai aturan Ilahi. Hidup sesuai porsi. Jika kita sebagai isteri, menafkahi memang tanggung jawab suami.

Membantu suami memenuhi finansial keluarga boleh saja. Tapi ketika kondisi mengharuskan kita di rumah, karena habis melahirkan dan merawat bayi misalnya, maka bergantung pada nafkah pemberian suami tak menjadi masalah. Toh suami juga bakal dapat pahala karena memenuhi kewajibannya. Jadi tak perlu menjadi minder karena bergantung pada pemberian suami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun