Mohon tunggu...
Arlini
Arlini Mohon Tunggu... Penulis - Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

ibu rumah tangga bahagia, penulis lepas, blogger, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyurhatin Para Suami yang Abai Beri Nafkah

12 Juli 2020   15:54 Diperbarui: 12 Juli 2020   15:46 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jarang sekali keluarga yang mampu menerapkan pendidikan kepemimpinan pada anak lelakinya. Alhasil terjadi seperti kasus ini, sebuah keluarga memiliki anak remaja. Ayahnya abai, ogah cari nafkah. Ibu lemah fisik, sakit-sakitan. Namun si anak nggak prihatin pada kondisi keluarga. 

Padahal kalau remaja itu punya kesadaran, dia bisa membantu orang tuanya dengan membuka jasa mencuci motor di depan rumah atau berjualan apa saja demi membantu keluarga. Tapi ya begitulah. Salah ayahnya juga sih, nggak mencontohkan menjadi pemimpin yang baik. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Sama halnya dengan pendidikan formal yang ada. Tak mampu membentuk pribadi kreatif, terampil dan berjiwa seorang pemimpin. Apalagi berharap dapat terbentuk pribadi islami yang berpola pikir dan berpola sikap islami secara utuh dari lembaga pendidikan kita, wah jauh.

Keluhan mengenai buruknya pendidikan kita diungkap salah satunya oleh host terkenal Deddy Corbuzier. Dia bilang sekolah bikin bodoh. Karena di sekolah diajarkan banyak pelajaran. Padahal nggak ada orang yang bisa menguasai semua bidang. Menurutnya cukup seseorang difokuskan mempelajari satu bidang yang paling dia kuasasi dan sukai, pasti dia sukses.

Dari ucapan Deddy dapat juga dikatakan, bahwa institusi pendidikan kita hari ini lebih mendidik anak untuk menguasai teori. Memaksakan anak untuk menghafal banyak pelajaran. Buat apa? Jawabnya, buat mengerjakan ujian nantinya. Lalu mendapatkan nilai dan juara.

Bagaimana aplikasinya, nol. Toh, teori yang mati-matian dipelajari oleh sang juara, setelah naik kelas dia lupakan. Setelah tamat sekolah hampir semua pelajaran dilupakan oleh siswa. Hanya tertinggal kemampuan membaca, menulis dan berhitung.

Sia-sia sekolah 12 tahun, karena ketiga pelajaran itu sudah dikuasai sejak sekolah dasar. Berganti-ganti kurikulum berkali-kali, hasilnya tetap sama. Kalau tidak ada perubahan sistem, anak-anak muda sekarang yang suka menghabiskan waktu sia-sia adalah calon suami dan ayah yang buruk kedepannya. Aduh memprihatinkan sekali.

Yang sedikit lumayan adalah sekolah kejuruan, ada sedikit keterampilan yang dibawa hingga tamat. Itupun pada sebagian siswa dan menjadi modal buat jadi pekerja. Sangat sedikit manusia saat ini mampu berpikir luas, kreatif dan berkepribadian baik. Mereka bisa dikatakan produk gagal dari sistem pendidikan yang buruk ini. Mereka yang mau berpikir beda dari orang kebanyakan.

2. Negara abai mengurusi rakyatnya

Andai sistem kehidupan kita pakai Islam yang tak diragukan kesempurnaannya, tetap saja akan ada orang-orang berperangai buruk. Meski jumlah mereka sedikit. Ada yang enggan berusaha menafkahi keluarga misalnya. Malas bekerja. Maunya senang-senang saja.

Tapi kalau hal itu terjadi dalam pemerintahan Islam, maka akan lebih mudah urusannya. Istri mengadu saja ke pengadilan. Gratis, nggak ada pungutan sama sekali seperti kalau kita mau berurusan dengan pihak keamanan dan pengadilan hari ini. Bilang ke hakim mengenai suami yang nggak menunaikan kewajibannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun