Judul buku : Tarikh Khulafa
Penulis : Imam As-Suyuthi
Penerbit : Pustaka al Kautsar
Tahun terbit : 2017
Cetakan : ke-13
Ketebalan : 616 hal
ISBN : 978-979-592-652-8
Sudah lama sebenarnya mendengar keberadaan buku ini. Kira -- kira sekitar tahun 2011. Sampai ke telinga saya bahwa buku ini cukup populer di kalangan warga kampus Islam negeri di Medan. Saya masih cuek. Maklum baru kenal dunia buku. Sejak sekolah sudah kenal buku sih, tapi tidak doyan baca. Jadi kalau ada penelitian, dari seribu orang Indonesia hanya satu diantaranya yang hobi baca, maka saya bukan yang satu itu. Hehehe.
 Beberapa waktu setelahnya saya mendengar isu dari kampus dimana buku Tarikh Khulafa populer, bahwa buku itu menjadi bukti gambaran buruk penerapan Khilafah. Sejarah umat Islam dengan Khilafahnya kelam. Pemimpin yang pemabuk dan perebutan kekuasaan, itu poinnya.
Sementara bersamaan dengan itu saya sedang dikenalkan oleh komunitas dakwah di kampus saya, bahwa Khilafah adalah kebaikan. Khilafah berarti penerapan Islam secara kaffah. Khilafah berarti tercapainya kemaslahatan bagi umat.
Goyahlah saya, mana ini yang benar. Sudah ada rasa penasaran untuk baca buku itu. Tapi belum ada duit beli buku tebal. Kalaupun dibeli masih eneg lihat buku tebal. Mikirnya, ntah kapan itu buku selesai dibaca.
Allah swt memudahkan saya di jalan ini. Penyampaian teman -- teman aktivis dakwah lebih menarik hati dan pikiran saya. Umat Islam itu umat terbaik. Islam itu ajaran sempurna. Dan kesempurnaan Islam akan terasa saat dijalankan secara total dalam naungan Khilafah. Khilafah adalah warisan Rasulullah saw dan diteruskan oleh muslim setelahnya. Dalilnya disebutkan. Ini lebih memuaskan. Saya pun melanjutkan kajian.
Kini berjodoh kembali dengan buku ini. Dilapangkan rezeki membelinya. Dan pelan -- pelan dibaca sampai habis. Ini buku tebal kedua yang saya baca hingga tuntas selain Sirah Nabawiyahnya Dr. Rawas Qalahji.
Secara umum saya sudah punya gambaran tentang sejarah Khilafah. Baik diperoleh dari berbagai artikel yang berserak di dunia maya, juga dari penyampaian guru ngaji. Ini yang membuat saya bertahan membaca buku ini perlahan sampai habis.
Sejarah penerapan Khilafah pasang surut mengikuti tingkat kesalihan, kecerdasan dan kekuatan sang Khalifah. Masa terbaik adalah masa pemerintahan Khulafaurrasyidin. Dalam hadist riwayat Ahmad masa tersebut disebut pemerintahan dengan metode kenabian. Belum ada penyimpangan syariat yang dilakukan oleh Khalifah.
Baru pada periode setelah Khulafaurrasyidin, fitnah terjadi dikalangan umat Islam. Umat Islam berselisih bahkan menyebabkan cucu kesayangan nabi al Husain terbunuh di padang Karbala.
Muawiyah sebagai Khalifah pertama bani Umayyah merubah tata cara pemilihan khalifah menjadi model putra mahkota. Ia mewariskan pemerintahan pada anaknya. Selanjutnya hal ini terus berlangsung kepada pemerintahan berikutnya. Dalam hal ini Imam Suyuthi menulis sejarah Khilafah hingga masa bani Abbasiyah. Sebab beliau sendiri hidup di masa Khilafah bani Utsmaniyah.
Penyimpangan terhadap syariah semacam itu cukup fatal. Sebab calon Khalifah tidak lagi tersaring dari orang -- orang terbaik berdasarkan syarat -- syarat Islami. Anak Khalifah sebelumnya akan tetap menjadi khalifah meski dia lemah dalam hal iman ataupun kecerdasan. Perselisihan hingga perpecahan pun terjadi.
Untunglah Allah swt masih mengasihani umat Islam. Di tengah -- tengah kelalaian terhadap syariat, Allah swt hadirkan sosok Umar bin Abdul Aziz, Al Muhtadi, Harus ar Rasyid dan sosok -- sosok Khalifah lainnya yang berupaya menjadi pemimpin hebat untuk rakyatnya. Mereka bersikap amanah dengan menerapkan syariah sehingga umat merasakan kegemilangan peradaban Islam.
Di era Khilafah bani Abbasiyah khususnya masa pemerintahan Harun Ar Rasyid menjadi puncak kemajuan ilmu pengetahuan. Sebab Khalifah sendiri mencintai ilmu dan menghormati serta dekat dengan para ulama.
Penulisan sejarah dengan metode periwayatan seperti gaya penulisan buku ini cukup akurat sebab sumber periwayatannya dicantumkan. Kenyataannya sejarah Khilafah amat panjang untuk diceritakan dalan buku. Penulis mengakui bila para sejarawan hanya mampu menggambarkan sejarah umat Islam melalui sosok -- sosok menonjol yang dimilikinya.
Saya sedih menyadari kenyataan bahwa Khilafah tak luput dari masa kelam. Namun saya menyadari bahwa itu sepenuhnya kesalahan, kealpaan dan kelalaian manusia. Allah swt tidak pernah salah memerintahkan kita menerapkan syariah Islam secara total. Rasulullah saw tak pernah salah mencontohkan bagi kita seperti apa menerapkan syariah Islam secara kaffah yaitu dengan mendirikan negara.
Namun kita sebagai pelaksana menjadi penentu pelaksanaan Islam bisa sempurna atau tidak. Maka umat Islam harus menjadikan sejarah sebagai pelajaran. Kelak ketika bisyarah Rasulullah saw akan tegaknya Khilafah yang kedua terwujud, kesalahan tersebut dapat dihindari. Semoga Khilafah dengan metode kenabian kembali tegak sesuai hadist riwayat Ahmad. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H