Mohon tunggu...
Arlinda Kristinawati
Arlinda Kristinawati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahsiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Jadilah diri sendiri dan jadilah yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengangguran Intelektual Dilihat dari Sudut Pandang Sosiologi

27 Desember 2021   12:40 Diperbarui: 27 Desember 2021   13:06 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelaksanaan Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi, Kemendikbudristek menyebutkan bahwa sebanyak 1,7 juta mahasiswa jenjang sarjana lulus setiap tahunnya. Jumlah yang tinggi ini tentu harus diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang disediakan. Jika tidak, jumlah pengangguran di Indonesia akan semakin bertambah. Faktanya, tidak semua lapangan pekerjaan cocok untuk jurusan atau kompetensi yang dimiliki. Jumlah tenaga yang dibutuhkan oleh penyedia lapangan pekerjaan pun tidak sebanding dengan lulusan yang dihasilkan setiap tahun.

Menurut Sukirno (2006: 14) pengangguran adalah masalah yang sangat buruk efeknya kepada perekonomian dan masyarakat. Pengangguran yang tinggi mempunyai dampak buruk baik terhadap perekonomian. Hal ini didukung oleh pendapat Sukirno dalam (Cholili, 2014) yang mengungkapkan dampak buruk dari pengangguran adalah pendapatan masyarakat menjadi berkurang atau bahkan tidak dapat memperoleh pendapatan sama sekali, hal ini menyebabkan tingkat kemakmuran masyarakat berkurang. Oleh karenanya, pengangguran adalah masalah sosial yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Di era digital ini, muncul banyak pekerjaan baru yang belum pernah ada di masa sebelumnya. Fantastisnya, pekerjaan ini tidak memandang ijazah, umur, ras, latar belakang, dan lain sebagainya. Sehingga, siapa pun bisa melakukannya baik yang tamat kuliah maupun yang tidak sempat mencicipi bangku kuliah, baik yang sekolah sampai tinggi maupun yang hanya lulusan sekolah dasar. Perolehan upah yang didapatkan pun tidak sedikit, setara dengan kinerja yang kita lakukan. Semakin tinggi kinerja, semakin besar pula upah yang didapatkan. Upah yang didapatkan bersifat fluktuatif, tidak paten seperti pekerjaan di kantor.

Pekerjaan yang dimaksud adalah podcaster, Youtube, tiktoker, online writer, editor, dll. Seluruh pekerjaan ini muncul seiring dengan semakin majunya teknologi. Banyak contoh nyata orang-orang yang telah sukses pada jalur ini, hal ini tinggal kembali ke kita untuk mau mencoba dan konsisten atau tidak. 

Namun, sebenarnya tidak sedikit pula masyarakat yang masih apatis terhadap kemajuan teknologi yang cukup drastis ini. Banyak pula yang tidak tahu harus berguru atau mencari informasi ke mana untuk memulainya. Di sinilah peran penting pemerintah untuk bisa membantu mengentaskannya.

Dalam menghadapi permasalahan tersebut, salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan sering mengadakan webminar agar masyarakat lebih melek teknologi. 

Dikarenakan targetnya adalah mengurangi pengangguran intelektual. Oleh karenanya, narasumber yang dihasilkan juga harus dari kalangan muda yang intelektual namun juga mampu beradaptasi serta berhasil dalam dunia digital. 

Penanaman motivasi terhadap para lulusan sarjana ini sangat penting untuk membuka kesadaran bahwa pekerjaan juga bisa diciptakan oleh diri sendiri sembari menunggu penerimaan dari pihak lain, dalam artian lembaga pembuka lowongan pekerjaan.

Selain itu, opsi yang bisa dilakukan adalah mengintegrasikan pembelajaran yang di tempuh baik di sekolah maupun di bangku kuliah dengan teknologi. Sehingga, apa yang dipelajari adalah hal yang bersifat up to date, berada di sekitar kita dan langsung bisa diimplementasikan. Salah satu caranya adalah melalui penugasan. Misalkan pada mata pelajaran IPS, guru bisa memberi tugas ke siswa untuk memilih salah satu menampakkan atau bentang alam dari daerah tempat tinggalnya. Kemudian, siswa diminta untuk membuat video vlog yang berisi penjelasan mengenai daerah tersebut seperti bagaimana bentuknya, pemanfaatannya sehari-hari, dll.

Selain pada mata pelajaran IPS, tugas seperti ini juga bisa diimplementasikan pada mata pelajaran lain misalkan Bahasa Inggris. Contohnya adalah siswa diminta membuat dialog kemudian di praktikkan dengan salah satu anggota keluarganya atau temannya dalam bentuk video. Selanjutnya, video tersebut di unggah di youtube.

Awalnya mungkin siswa akan malu-malu untuk bicara di depan kamera. Namun, prinsipnya adalah biasa karena terbiasa. Terlebih bila tugas tersebut lebih sering diterapkan maka siswa akan semakin terbiasa berbicara di depan kamera dan video yang dihasilkan siswa pun semakin banyak. Jika ada satu saja siswa yang berhasil di Youtube nya, tentunya hal ini akan berdampak pada siswa lain yang juga ingin merasakan keberhasilan yang sama. Sehingga, siswa akan berlomba-lomba untuk mengunggah video.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun