Ajun Inspektur Satu Munir yang saat itu bertugas berusaha melumpuhkan pelaku, tetapi naas pedang pelaku justru melukai lengannya. Tindakan tersebut mendorong polisi menembakan peluru kearah pelaku. Tembakan berhasil melukai kaki pelaku, sehingga pelaku dapat diringkus dan dilarikan ke RS UGM.
Baca Juga dalam berita “Kekerasan di Gereja Santa Lidwina, Densus 88 Akan Bantu Penyelidikan”
Romo Prier berserta korban lainnya dilarikan ke RS Panti Rapih Yogyakarta. Keempat korban tersebut mendapatkan perawatan khusus oleh tim medis. Selain Romo Prier yang terluka dibagian kepala, tiga korban lainnya rata-rata terkena luka dibagianpunggung akibat pedang sadis milik pelaku.
Baca juga “Dirawat di RS Panti Rapih, Korban Penyerangan di Gereja Santa Lidwina Dijaga Ketat”.
Sultan Hamengku Buwono dan Buya Syafii Angkat Bicara
Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang kebetulan tinggal didekat lokasi kejadian, langsung mendatangi lokasi tempat kejadian. Menurut Buya Syafii, aksi penyerangan kepada umat Kristiani tersebut merupakan tindakan tidak terpuji dan menghancurkan toleransi umat beragama di Yogyakarta.
Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X yang mendatangi korban pembacokan di RS Panti Rapihpada Minggu (11/02/18) mengatakan bahwa masyarakat Jogja tidak memiliki karakter keji seperti merusak toleransi beragama (Markus, Yuono. 2018). Sultan Hamengku Buwono X menyayangkan kejadian intoleransi tersebut terjadi di Yogyakarta yang selama ini dinilai rukun umat beragamanya. Presiden Joko Widodo juga menyampaikan dalam satu kesempatan, bahwa tidak ada tempat bagi sikap intoleran di Indonesia (Markus, Yuono. 2018).
Baca juga “Toleransi Beragama di Yogyakarta Dipertanyakan”
Jiwa Toleransi
Agama tidak dapat menjadi alasan untuk melukai sesama, hanya karena perbedaan cara menyembah Tuhan Manusia pada dasarnya memiliki cara pandang dan hidup yang berbeda-beda, bahkan perbedaan tersebut juga ada ditengah-tengah keluarga. Bapak dan anak belum tentu memiliki pandangan yang sama tentang sesuatu hal. Lantas, apakah perbedaan tersebut dijadikan alasan untuk saling melukai?
Hal tersebut juga dapat ditarik dalam permasalahan perbedaan beragama dimana setiap orang memiliki cara tersendiri untuk menyembah Tuhan. Tidak ada yang harus dipertanyakan dan dipersoalkan ketika kita sebagai manusia dapat saling menghargai dan menghormati. Sikap menghargai dan menghormati, menunjukan jiwa toleransi dalam diri. Toleransi sejak zaman kemerdakaan telah dijadikan pondasi oleh bangsa Indonesia dalam membangun negara. Kasus intoleransi yang telah dipaparkan sebelumnya menghancurkan jiwa toleransi yang dimiliki bangsa Indonesia.