Mohon tunggu...
Arlin Prananingrum
Arlin Prananingrum Mohon Tunggu... -

doctor,writer,blogger,reader.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Emak

7 Desember 2010   14:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:56 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1291731682122014750

“Tadi Emak mampir ke rumahnya Bude Ani, di sana Emak lihat anak-anaknya Bude; Dini, Windhy dan Nina lagi pada maskeran, luluran dan creambath sendiri. Heran, kok anak Emak tak ada yang seperti itu ya?”

“Ya sudah, Emak adopsi saja salah satu dari mereka. Gampang kan?” sahut Ririn yang sedang asyik baca buku.

“Kamu kok jawab seenaknya saja sih. Ini Emak lagi ngomong, mata kamu bukannya melihat Emak malah baca buku terus.” Emak menyambar buku yang sedang dibaca Ririn.

“Emak! Lagi tanggung nih….yah Emak bukunya jangan dilipat begitu dong, sayang kan nanti bukunya rusak.”

“Buku apa ini? ‘Pidato penting orang terkenal di dunia’” Emak membaca buku judul bukunya. “Anak perempuan kok baca buku kayak begini.”

“Apa salahnya, Mak? Kita kan bebas perlu tahu tentang dunia. Aduh…Mak jangan dibanting dong bukunya…sayang Mak.”

“Kamu kok sayang sama buku sih?” bentak Emak.”Sayang sama badan kamu sendiri dong.”

“Lho, saya kan tak pakai narkoba, makan sehari tiga kali, olahraga setiap hari, tidur tujuh jam sehari. Jarang sakit. Apa itu namanya bukan sayang sama badan sendiri.” Ririn mulai kesal dengan tingkah Emaknya, Ririn sudah menduga Emaknya pasti akan mulai nyerocos lagi dengan pidato panjangnya.

“Maksud Emak dengan wajah kamu!”

Tuh kan mulai lagi deh, pikir Ririn dalam hati.

“Kamu tuh cewek tapi tak tahu merawat diri. Pantas saja sampai sekarang tak ada cowok yang mau kencan sama kamu. Jadi cewek tuh harus bisa dandan, kamu kemana-mana hanya bawa buku saja, terus di kamar asyik ngutak-ngatik computer. Perempuan macam mana kamu. Kamu tuh mestinya kayak Windhy, jalan-jalan ke mall beli baju baru, dandan yang cantik, setiap hari bisa ada cowok yang datang ke sini.”

“Ya sudah, kalau begitu Emak adopsi saja Windhy! Emak tak pernah bangga punya anak kayak saya.” Ririn mulai gusar.

“Kamu dikasih tahu malah ngebantah terus.”

Hup! Ririn berhasil menangkap bukunya sebelum jatuh ke lantai karena dibanting lagi oleh Emaknya.

“Emak! Jangan dibanting terus dong bukunya, nanti rusak, memangnya saya beli tak pakai uang?”

“Buku itu cuma kertas saja isinya. Dan tampang kamu juga tak akan berubah karena buku.”

“Emak tinggal di zaman apa sih? Memangnya Emak mau selamanya cewek itu bodoh dan hanya bermodal tampang saja?”

“Tuh kan, kamu melawan lagi…kalau kamu tidak cantik kamu percuma saja jadi cewek, contoh dong Windhy.”

“Windhy…Windhy…Windhy terus, sudah kubilang dari tadi Emak adopsi saja Windhy. Atau jangan-jangan waktu Emak hamil, Emak ngidam Windhy yah, tapi yang lahir aku? Aku yang kutu buku dan tak suka dandan? Lagipula kalau cuma cantik, kita bisa jadi apa sih Mak buat cari duit? Jadi artis atau fotomodel? Itu pasti akan terbatas usianya dan perlu modal besar untuk beli kosmetik. Kalau ilmu kan tidak ada habisnya Mak.”

“Kamu jadi anak jangan sok tahu begitu kalau diberi tahu. Banyak untungnya lagi kalau jadi perempuan cantik dan bisa dandan.”

“Kalau tak lolos jadi fotomodel, untung bisa jadi apa Mak? Jadi pelacur?”

“Ririn!!” Emak marah besar mendengar kalimat terakhir Ririn.

Ririn menutup telinganya dan naik ke atas tangga.”Ririn lagi tak mau ribut Mak, Ririn mau ke kamar!”

“Huh! Kamar atau perpustakaan? Isinya buku melulu.”

“Biar yang penting buku-bukunya kubeli dari uang sendiri, memangnya kamarnya Windhy yang penuh dengan kosmetik dan asesoris yang dibeli pakai uang orang tuanya?”

Gubrak! Pintu kamar Ririn dibantingnya begitu saja. Ia sungguh kesal dengan sikap Emaknya. Apa sih maunya Emak dengan semua ini? Masih syukur hobinya baca buku bukan dugem tak karuan atau merokok. Seperti Windhy. Ya, Windhy yang dibangga-bangakan Emak itu perokok. Ia kerap memakai lipstick untuk menutupi bibirnya yang menghitam karena rokok. Lagipula Ririn yakin bahwa Windhy jauh lebih bodoh darinya. Dia tak tahu membaca buku sama sekali. Jangankan tentang Perang Dunia II atau Steven Jacob Syndrome, tentang reformasi atau penyakit demam berdarah saja dia tidak tahu. Heran, kok Emak bangga dengan yang kayak begitu. Walaupun bukan dokter, Ririn tahu banyak tentang dunia kesehatan dan ia pun bukan politikus tapi tahu banyak tentang sejarah politik dunia dan tanah air. Ririn hanya pelajar, tapi tahu banyak dan nilainya selalu bagus di sekolah. Kenapa sih Emak sama sekali tak pernah bangga dengannya.

“Huaaah!” Ririn menguap lebar sambil menggeliat. Sudah ngantuk, tapi tanggung nih, pikirnya. Masih setengah dari buku yang tadi dibanting-banting Emaknya belum selesai dibaca. Ririn mendesah kesal karena buku itu jadi lecek karena ulah Emaknya.

Heran, pikirnya lagi, kenapa sih Emak menuntutnya bisa dandan? Sudah syukur dia tidak jerawatan atau kulit kucel. Ririn berbaring dan meletakkan bukunya. Dia memandang puas ke kamarnya. Tempat tidurnya di kelilingi rak buku yang tersusun rapi, ada khusus novel, komik, teknologi, psikologi, kesehatan, bahkan sampai bacaan anak-anak lengkap ada di sana. Yang kosong hanya meja rias dengan ukiran dari Jepara pemberian Emaknya, di situ hanya ada sebuah sisir, korek kuping, kapas dan pembersih wajah. Laci-laci yang ada di situ pun kosong isinya.

____________

“Emak, apa-apaan ini! Kamarku diapakan? Mana buku-bukunya?” Ririn langsung mencak-mencak saat pulang sekolah melihat kamarnya berubah total. Buku-buku koleksinya tidak ada di situ, yang ada hanya buku pelajarannya saja. Kamarnya benar-benar berubah jadi ‘kamar cewek’. Gordennya warna merah muda dengan motif kembang dan kupu-kupu kecil. Rak bukunya kosong melompong dan diisi dengan foto cowok-cowok bule dan asesoris. Sebaliknya, meja riasnya tiba-tiba jadi penuh sesak. Beragam alat rias yang tak dikenalnya ada di situ. Sisir saja aneka rupa, lengkap dengan hair dryer dan pelurus rambut.

“Mak? Kamarku diapakan?” Ririn mengulang kembali pertanyaannya.

“Itu sudah ada Windhy dan Nina. Mereka akan mengajari kamu dandan. Nanti kalau kamu sudah bisa dandan, Emak janji mengembalikan buku-bukumu, tapi kalau minggu depan belum bisa dandan juga, bukunya bakalan Emak jual ke tukang loak!”

“Kenapa sih Emak ingin banget aku bisa dandan?”

“Yah, karena kamu anak cewek Rin!”

“Tapi kan aku masih SMA, ke sekolah saja tak boleh dandan.”

“Yah, minimal pas jalan-jalan keluar harus dandan! Jangan polos banget kayak sekarang. Kalau begitu mana ada cowok yang mau sama kamu! Tahu untuk perawatan wajah sedikit lah kayak creambath atau maskeran. Masak anak cewek bacanya buku terus, mana ada cowok yang mau sama anak cewek yang terlalu pintar kayak kamu.”

“Kok Emak kayak yang nyumpahin aku supaya tak ketemu jodoh begitu yah?”

“Kamu tuh anak cewek, harus bisa dandan! Pakaian kamu juga tak modis. Lihat dong Windhy…”

“Emak lebih bangga sama Windhy dibanding anak sendiri, kenapa tidak diadopsi saja sih?”

Windhy yang merasa tak enak mendengar perselisihan antara ibu – anak yang membawa-bawa namanya itu langsung melerai mereka.

Ririn pun mengalah untuk belajar dandan demi mempertahankan buku-bukunya tidak sampai ke tangan tukang loak.

____________

“Halo Emak…lihat aku beli baju baru. Bagus kan?” Ririn memamerkan baju yang baru dibeli bersama cowoknya itu di depan Emaknya. Penampilan Ririn sudah berubah kali ini. Dia terlihat sangat cantik dengan sapuan pemerah pipi dan lipstik, maskara dan eye liner. Pakaian casual yang sedang trend serta jeans dan sepatu boot tinggi. Tidak kelihatan sama sekali bahwa ia masih pelajar SMA.

Emak hanya tersenyum lesu di depan Ririn. “Kamu tidak beli buku lagi Rin?”

“Eh?” Ririn kaget dengan pertanyaan Emak. Baru kali ini dia bertanya seperti itu. “Minggu lalu, aku sudah beli buku Mak, tapi belum selesai dibaca makanya sekarang Ririn beli baju untuk melengkapi koleksiku seperti Windhy.”

“Kamu makin cantik saja Rin, tapi sebaiknya kamu jangan tiru Windhy.’

Ririn langsung ternganga.

“Windhy ternyata bukan anak baik, dia suka pulang malam dan merokok. Dengar-dengar dia sedang menggugurkan kandungannya, padahal dia belum nikah.”

Soal itu, aku sudah tahu dari dulu, kata Ririn dalam hati. “Tenang saja Mak, aku tidak seperti itu kok.”

“Iya, tapi penampilan kamu sekarang terlalu seksi, bisa mengundang cowok nafsu ke kamu. Dan sebaiknya kamu jangan pacaran. Pacaran itu dilarang.”

“Tapi, Mak…bukannya dulu Emak yang minta supaya aku punya cowok?”

“Sudahlah Rin, kamu buang saja semua kosmetik dan pakaian seksimu. Emak ingin kamu seperti Dona.”

“Dona?”

“Iya, calon kakak iparmu. Dia gadis yang baik. Dia tak mau pacaran dengan kakakmu, dia hanya kenal dua minggu saja, katanya taaruf dan minggu depan mau menikah. Dia sering mengajak Emak ke pengajian. Katanya jadi wanita tak boleh tampil berlebihan dan harus menutup aurat. Kamu harus pakai kerudung seperti dia, agamanya bagus sekali, Emak lebih suka kamu seperti dia.Dia anak yang pintar, banyak baca buku, sehingga mengetahui segala hal, sungguh calon istri yang sempurna untuk kakakmu. Dan Emak bangga sekali bila punya menantu seperti dia”

Dan seribu ceramah Emak tentang ketakjubannya kepada Dona, dan menyuruh Ririn putus dengan pacarnya. Emak selalu kecewa dengan penampilan Ririn yang suka dandan akhir-akhir ini.

“Emak tahu kamu masih anak SMA, tapi sebaiknya kamu jangan terlalu labil. Meniru-niru gaya orang lain tanpa berpikir jauh. Sepertinya kamu terlalu meniru gayanya Windhy. Sebaiknya kamu belajar banyak dari Dona.”

Ririn mendesah pelan ,”Oh Emak …, sebenarnya siapa sih yang labil?”

foto : dok.pribadi

(arlin, 29 November 2009)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun