Mohon tunggu...
Arla indy marshella
Arla indy marshella Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

—be the poem of a gentler sea.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Perjalanan Sangihe: Eksplorasi Kekayaan Alam dan Sejarah dalam Novel Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut karya Dian Purnomo

16 Desember 2023   22:48 Diperbarui: 20 Desember 2023   10:53 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kejadian naas itu berlangsung pada saat Shalom Mawira tengah menginjak Sekolah Menengah Atas (SMA) dan cukup menimbulkan duka mendalam bagi keluarga kecilnya. Tetapi lain hal nya, Shalom Mawira digambarkan sebagai sosok perempuan yang tangguh dan tidak pernah takut. Setiap hari nya, ia masih menunggu kehadiran sang ayah di tengah-tengah jalan kecil menuju laut yang biasa orang asal Sangihe sebut dengan 'Lorong'.

Setelah dilanda kesedihan yang mendalam, muncul permasalahan baru ketika sebuah perusahaan penambang emas berusaha merampok kekayaan alam di pulau Sangihe. Situasi ini memicu berbagai perlawanan dari penduduk pulau Sangihe, yang berusaha untuk mempertahankan kekayaan alam dan tanah kecintaannya dengan berbagai cara, termasuk melalui upaya mediasi. Namun sayangnya, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Tetapi hal itu tak membuat seorang Shalom Mawira dan penduduk Sangihe gentar. Mereka tetap mempertaruhkan segala apapun dengan berbagai cara yang mereka bisa lakukan. Mengerahkan segala waktu, uang, tenaga, juga kebebasan mereka.

Dalam novel yang berjudul Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut ini, saya menemukan sebuah peribahasa yang cukup menarik pada halaman 68. Yaitu "Mau suka jadi pupuk" yang artinya menunjukan kecintaan suku Sangir pada tanah mereka, sehingga sampai mati pun mereka ingin dikuburkan di sana agar jasadnya dapat dijadikan penyubur tanaman mereka.

Dian Purnomo memiliki karakteristik gaya bahasa tersendiri dalam menggambarkan alur cerita, tokoh, kepribadian karakter tokoh, hingga alur cerita yang ditampilkan penulis melalui penjelasan narasi ataupun dialog. 

Novel Perempuan yang Menunggu di Lorong menuju Laut ini menampilkan fenomena yang terjadi pada sebuah kepulauan di Indonesia yaitu Sangihe dengan penggunaan bahasa daerah yaitu bahasa Sangir. Yang membuat penulis mengangkat salah satu kebudayaan dan tradisi yang ada di sana. Hal ini membawa sebuah fenomena bahasa daerah yang turut berkontribusi dalam cerita.

Dian Purnomo juga menampilkan alur cerita yang disusun rapih dan epik sehingga pembaca dapat menikmati dan memahami betul isi dari cerita tersebut. Tak hanya itu, ia juga menggunakan beberapa majas dalam karya karangannya. Yaitu majas penegasan, majas sindiran, dan majas pertentangan. 

Selain itu, ternyata Dian Purnomo juga menggunakan aspek citraan dalam menuangkan penggambaran karyanya. Aspek citraan yang digunakan meliputi penglihatan, pendengaran, dan rasa. 

Dalam penokohan cerita dalam karya-karyanya Dian Purnomo kerap kali menjadikan tokoh perempuan sebagai tokoh utama dalam karangan nya, dan akhirnya ia manfaatkan kesempatan menulisnya untuk menggambarkan perjuangan perempuan dalam wujud karangan sebuah novel.

Tak banyak yang mengetahui atau bahkan mengenal nama pulau Sangihe ini, padahal pulau ini menyimpan sejuta pesona dan kekayaan alam di dalamnya. Dengan pengambilan latar yang beragam membuat novel ini semakin menarik, karena pada novel ini Dian Purnomo membawa kita berpetualang dengan menyajikan beberapa dokumentasi keindahan kepulauan Sangihe yang ditempati oleh mayoritas Suku Sangir, yaitu kelompok etnis dari Indonesia yang menghuni di kepulauan Sulawesi Utara.

Dokumentasi itu ia abadikan ketika ia sedang melakukan perjalanan observasi ke kepulauan Sangihe. Beberapa dokumentasi yang diabadikan diantaranya adalah potret pulau-pulau kecil disekitaran Sangihe, potret penduduk Sangihe sedang menari ketika upacara adat, bahkan potret ketika warga Sangihe berbondong-bondong menghadapi sebuah alat berat, yang kabarnya merupakan peristiwa ketika penduduk sedang melakukan perlawanan kepada pihak perusahaan penambang emas tersebut.

Novel ini sekaligus menyisipkan sedikit sejarah di Indonesia mengenai kepulauan Sangihe, ketika penduduk kepulauan Sangihe menuntut perusahaan tambang emas yang menginginkan kekayaan alam di sana demi kepentingan kelompok. Tindakan itu memicu perlawanan dari berbagai penduduk, dikarenakan mereka di sana khawatir dengan adanya perusahaan tambang emas tersebut akan mengancam ruang hidup mereka dan merusak ekosistem juga keseimbangan alam pada tahun 2022 silam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun