Tindakan Amerika bukan hal baru. Kalau Amerika prihatin dengan nasib Papua kenapa tragedi berdarah di areal freeport mereka tidak begitu lantang menyuarakannya, ada apa?. Seketika buruh menuntut upah sampai perusahaan freeport tutup, suara dari pihak AS sama sekali minim, hanya ada beberapa akhtivis tambang yang berjuang melaporkan pemberian uang freeport ke polisi kepada kehakiman AS.
Kok, seketika gugatan lembaga HAM Indonesia ( IHCS ) terhadap freeport di pengadilan negeri Jakarta Selatan diterima oleh hakim dan persidangan dinyatakan dilanjutkan. Arti penting dari gugatan tersebut bahwa freeport dan penguasa RI melawan hukum negara Indonesia. Indonesia mau tegakkan hukum atas freeport, tiba-tiba datang suara dari AS soal keprihatinan mereka atas aspirasi negara federal Papua. Maka itu, hindari gertakan Amerika, dan tetap menuju perbaikan Papua.
Situasi diatas, saya berkesimpulan bahwa desakan Amerika kepada Indonesia lebih kepada keharusan menangani Papua secara dialogis demi menghindari gejolak politik yang kian mengganggu investasi AS di Papua. Berikutnya, tameng persidangan kasus tokoh Papua menjadi alat ampuh untuk Amerika setiap hari menggoyahkan Indonesia agar masalah freeport harus berlaku kontrak karya dan bukan ketentuan hukum RI yang sudah mengalami perubahan.
Susilo Bambang Yudhoyono harus menyelesaikan masalah Papua dengan melaksanankan aspirasi yang sedang di upayakan. Pertemuan tokoh gereja yang tergabung dalam Persatuan Gereja-Gereja Indonesia ( PGGP ) hari ini ( Rabu, 1 Februari 2012 ) harus di tanggapi serius, karena disitulah suara kenabian orang Papua. Aspirasi orang Papua harus didengar, jangan tunggu desakan negara asing terhadap Papua saja baru pemerintah mau bergerak.
Dua Tulisan saya sebelum tulisan ini ( bandit freeport dan komnasham ) patut di baca untuk lebih memahami apa dibalik ini semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H