Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... -

Kutipan Favorit: DIATAS BATU INI SAYA MELETAKAN PERADABAN ORANG PAPUA, SEKALIPUN ORANG MEMILIKI KEPANDAIAN TINGGI, AKAL BUDI DAN MARIFAT TETAPI TIDAK DAPAT MEMIMPIN BANGSA INI, BANGSA INI AKAN BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.Pdt.I.S.Kijsne Wasior 25 Oktober 1925

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelisik Konflik Papua

26 Oktober 2011   07:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:29 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harapan mengakhiri konflik dari sudut ketatanegaraan, pemerintah berperan penting dalam menangani suatu konflik. Berkaca pada apa yang dilakukan oleh mantan Presiden RI KH. Abdulrahman Wahid “ Gusdur “ mendekati upaya penyelesaian konflik Papua. Alm. Gusdur begitu tahu persis apa yang ada dibenak orang Papua. Sampai-sampai gejolak yang mengglobal diseluruh wilayah Papua dapat direda. Gusdur memahami pentingnya ruang berdemokrasi dibuka seluas-luasnya, tak heran pengibaran benderan bintang kejora hampir ada diseluruh Tanah Papua. Ruang ekspresi, berpendapat, menyuarakan aspirasi terasakan di bumi cenderawasih itu. Itulah momentum keterbukaan orang Papua sejak sebelumnya dibungkam oleh moncong senjata melalui DOM ( daerah operasi militer ) selama 30 puluh tahun lamanya. Gusdur memberikan ruang yang bebas bagi orang Papua sama halnya rakyat Indonesia umumnya menikmati kebebasan sejak reformasi 1998 silam.

Ibarat seorang narapidana yang baru bebas lalu dijebloskan kembali kedalam penjara, itulah situasi yang dihadapi orang Papua. Ruang keterbukaan yang dibuka oleh bapak segala bangsa ( Gusdur ) kembali di tutup rapat-rapat oleh generasi pemerintah berikutnya, Rezim Megawati kasi kado pecah belah orang Papua melalui pembagian wilayah Papua menjadi dua provinsi, Sednagkan Rezim Susilo Bambang Yudhyono mengeluarkan ijin investasi bagi negara luar dengan ratusan usaha baru di Papua. Luka yang sudah mau kering itu kembali mengeluarkan darah lagi. Kebijakan pemerintahan pro neoliberalisme menutup rapat kebebasan berpendapat dimuka umum bagi orang Papua. Pemerintahan neolib justru membuka kran kebebasan bagi kaum pasar lebih leluasa masuk hutan belantara, dan menutup rapat-rapat aspirasi rakyat.

Sudah jelas, farina konflik yang terjadi sekarang. Paling tidak konflik sejarah masa lalu dan konflik jaminan keamanan modal asing itu sendiri. Dua konteks tadi mestinya digarap secara bermartabat dan manusia. Lebih parah lagi bila konflik sejarah saja yang menjadi perhatian pemerintah sedangkan konflik kapitalisasi Papua dikesampaingkan. Tak ada jalan damai yang diharapkan bila kedua pola konflik tadi tidak diatasi, akan pincang proses penghentian konflik Papua. Tentunya kemampuan menelisik konflik Papua tidak terputus saja pada prospek sejarah saja, tetapi harus disertakan dengan pelibatan menelisik arus kapitalisme yang turut berperan dalam memainkan suprastruktur keamanan negara.

Jalur konflik yang tak pernah disentuh lalu dibongkar terus mengalirkan benih-benih konflik baru yang statis dan terjadi berulang-ulang. Diawali dari gejala mengamankan perusahaan negara oleh aparat kemanan itu sendiri. Polemik gejolak Papua bila dirunut dari beberapa kasus akhir-akhir ini, ialah gejolak di Freeport mengalirkan benih konflik yang berembet pada pembubaran berdarah-darah kongres rakyat Papua dan terakhir penembakan kapolsek di Pucjak Jaya atau sekarang disebut Puncak Yamo. Ibarat titik api di Freeport lalu melebar ke Jayapura dan Puncak Yamo. Itulah rute tradisi konflik yang berlangsung di Papua akhir-akhir ini.

Mengapa kasus terjadi di Freeport menjalar ke daerah lain?. Simak suaka politik warga Papua ke Australia tahun 2006 silam. Suaka dilakukan oleh mereka yang sekarang mendeklarasikan diri sebagai presiden dan perdana mentri Papua disaat gejolak blokade Freeport beralangsung. Sama saja seketika tuntutan penutupan Freeport pada tahun 2006 silam, dialihkan dengan pergerakan suaka politik 43 orang Papua ke Australia. Intinya, kalau Freeport diganggu, anda siap-siap hadapi penembakan membabibuta atau ada sejumlah pengibaran bendera separatis di Papua.

Harapan untuk mewujudkan Papua damai dirunut dari dua hal diatas. Konflik sejarah masa lalu dan konflik keamanan kapitalisme semata. Dua konflik tersebut mendominasi junta konflik orang Papua. Pemicu utamanya ialah kepentingan globalisasi berupa penjajakan modal dalam bentuk usaha memicu serangkaian tindakan atas dan nama Negara untuk mengamankan laju globalisasi. Sedangkan konflik sejarah masa lalu hanyalah obat pereda yang digunakan kelompok tertentu yang tidak disadari turut mengamankan kepentingan modal untuk tetap aman berinvestasi di Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun