Mohon tunggu...
Arkies Apriyandi
Arkies Apriyandi Mohon Tunggu... -

Jejaka muda nan berbahaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cara Jitu Kalahkan Ahok (Bag 1, Pencitraan)

11 Maret 2016   12:55 Diperbarui: 11 Maret 2016   13:03 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada DKI Jakarta semakin hari semakin hot, walaupun kurang lebih masih ada satu tahun lagi pelaksanaannya. Ini dikarenakan DKI Jakarta adalah magnet terbesar di Indonesia, etalase bangsa ini, sebuah barometer dan daerah paling strategis untuk mendapat kekuasaan bangsa ini. Oleh sebab itu semua parpol politik berusaha keras untuk merebut DKI Jakarta menjadi daerah ‘jajahannya’.

Tokoh-tokoh politik kaliber daerah maupun nasional pun sudah mempersiapkan ancang-ancang, baik dana, tim sukses, strategi pencitraan, silahturahmi politik, serta amunisi-amunisi siap dikeluarkan untuk merebut tampuk kepemimpinan di Jakarta ini.


Namun tokoh-tokoh yang sudah mendeklarasikan diri untuk melawan sang petahana sejauh ini seperti tidak memiliki cara jitu untuk mengalahkan Ahok. Cara-cara dari zaman purba masih dipakai, amunisi-amunisi mereka hanya menggunakan pelor, disaat pertahanan sang petahana sudah menggunakan tank. Senjata mereka masih mengguanakan pistol air dibanding petahana yang sudah menggunakan senjata laser.
Seharusnya mereka belajar dari sejarah, pencitraan tingkat dewa SBY ketika itu membuat Megawati termehek-mehek atau jurus operasi senyap yang Jokowi-Ahok pakai ketika melucuti kumis Fauzi Bowo, atau yang terbaru tehnik tikungan terakhir Jokowi untuk membocorkan Prabowo.

Strategi pertama

Pencitraan atau personal branding, ini merupakan rahasia umum untuk memasarkan sebuah produk baik berupa barang ataupun orang. Barang atau orang yang ingin dipasarkan harus unik, memiliki pembeda dari produk lain sehingga pelanggan/pemilih mempunyai alasan untuk menyukai produk tersebut. Mantan presiden SBY memiliki personal branding sebagai tokoh yang tenang, terlihat bijak, kata-katanya sopan dan yang terpenting santun, itulah citra yang sudah dibangun oleh SBY. Plus SBY sangat memahami karakter masyarakat Indonesia yang sebagian besar hatinya mudah iba, simpati atau kasihan ketika melihat tokoh yang menjadi korban, teraniaya, atau pun didzolimi. 

Oleh sebab itu SBY sangat cerdas sekali menempatkan dirinya seolah-olah menjadi korban (Playing Victim), masih ingat ketika pilpres SBY mengkondisikan sedang didzolimi oleh Megawati, lalu ketika curhat ada teroris yang menjadikan fotonya sasaran tembak, lalu ketika undang-undang pemilihan daerah, dan sebagainya dan sebagainya? 

TOP, SBY sangat jago mengganti topengnya. Beda lagi dengan personal branding dari presiden kita saat ini pak Jokowi yang sangat terkenal dengan blusukannya, sebentar blusuk ke sini sebentar blusuk ke sana, lalu dengan pakaian yang sederhana dan apa adanya beliau terkesan dekat dengan masyarakat mau mendengar masyarakat, dan tagline pilpres kemarin ‘Jokowi adalah kita’ merupakan tagline yang Jenius.

Kemudian saat ini pak Ahok sang gubernur petahana terkenal dengan ketegasannya, kata-katanya yang keras bahkan cenderung kasar. Isi toilet, kebun binatang, bajingan, maling serta nenek pun pernah keluar dari mulutnya untuk menyerang lawan-lawannya. Branding transparan dan anti korupsi pun sudah melekat benar dalam diri Ahok, hal ini diperkuat juga dengan penghargaan anti korupsi yang diterimanya beberapa waktu lalu.

 Beberapa tokoh lain seperti walikota Surabaya Ibu Risma memiliki branding dengan kepeduliannya lalu ada juga Pak Ridwan Kamil dengan keahliannya sebagai arsitek yang dipertegas juga dengan taman-taman yang sudah Ia bangun di Bandung. Mereka memiliki keunikan/keistimewaan di dalam diri mereka yang berhasil mereka temukan, lalu diperkuat dan dijadikan personal branding.

Ciptakan branding baru atau rebut branding yang sudah ada, misalnya kalo pak SBY terkenal dengan kesantunannya dalam berbicara, maka jika ingin lebih dari SBY cobalah lebih mengatur gaya bicara, irama, rima, tarikan nafas, senyum, kerlipan mata dan tatapan yang memelas jika ingin mendapatkan brand tersebut. 

Pak Jokowi yang terkenal dengan blusukan, jika ingin lebih dari Jokowi cobalah setiap saat blusukan, bangun tidur langsung ke pasar, lalu ke terminal, makan siang ke rumah warga lanjut, ke gorong-gorong, masuk got terus comberan dan berakhir mengambang di kali ciliwung. Atau jika ingin mengalahkan brand Ahok cobalah keluarkan kata-kata yang lebih ekstrim, kalau maling masih kurang ekstrim ganti dengan begal, kalau ta* masih kurang sekalian sama septic tank, dan kalau nenek masih belum cukup mungkin nenek buyut bisa juga dibawa-bawa.

Namun tokoh-tokoh yang sekarang seperti tidak jelas juntrungannya, hal unik/istimewa apa yang mau diangkat dari dirinya pun belum jelas. Seperti Yusril yang kemarin fotonya menjadi viral di media social, dengan baju mickey mousenya (Tikus identic dengan koruptor). Ada dua kemungkinan, pertama Yusril belum memiliki tim sukses yang mengatur penampilan dan pencitraannya atau yang kedua tim suksesnya sudah ada, namun benar-benar bodoh. Padahal image yang selama ini ditangkap oleh masyarakat, Yusril adalah pakar hukum wahid, berpenampilan necis dengan jas, kaum intelektual, untuk persoalan hukum Yusril jagonya, mengapa bukan itu yang diperkuat lalu di blow up?

Lalu ada lagi Hasnaeni Moein yang terkenal dengan taglinenya wanita emas, dan dengan ‘kedermawanannya’ membagi-bagikan uang goceng. Tagline wanita emas pun masih belum jelas, dimana letak ‘emas’nya, apakah giginya, rambutnya atau dalemannya?


Adhyaksa daut yang katanya ingin menjadi pemimpin islami pun belum kuat dimana letak ke’islaman’ dari branding yang dia bangun. Sandiaga uno si pengusaha muda yang sukses pun belum menunjukan kemudaannya dia, padahal perusahaan yang pernah dia tangani dan sukses juga bisa menjadi portofolio untuk membangun personal branding. Lalu yang tidak kalah menarik Ahmad Dhani yang seharusnya bisa membangun pencitraan tentang kehebatannya membuat lagu, bahwa membuat lagu membutuhkan singkronisasi otak kiri dan kanan yang nanti juga dapat diterapkan dalam membangun Jakarta, atau kehebatannya memanage republic cinta dan memoles artis untuk diorbitkan.

Waktu setahun ini relative singkat untuk mulai membangun personal branding, apalagi ditambah berbagai calon yang ikut kampanye akan menyebabkan arus informasi membanjiri masyarakat, dan cenderung membuat masyarakat bingung harus memilih yang mana. Oleh sebab itu segeralah mencari dukungan, membangun citra dan mulai mengkampanyekan diri. Semoga dengan langkah ini bisa mengalahkan Ahok dari jabatannya.

Good luck

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun