"Saya buka. Satu-dua kalimat, satu-dua halaman, kok engga asyik? Saya lempar," tandas sastrawan kawakan Yanusa Nugroho saat menyeleksi ratusan novel yang diserahkan Badan Bahasa kepadanya. Pak Yanusa cuma punya tenggat satu bulan.
Bangunkan Miliaran Sel Otak
Peraih Penghargaan Kesetiaan Berkarya (Kompas, 2011) ini menjadi salahsatu juri Penghargaan Sastra Kemendikbudristek Tahun 2023 Kategori Novel. Bagaimana cara dirinya mampu memilah ratusan karya sekaligus berhasil memenuhi deadline? Saya berupaya merangkum beberapa simpulan dari Pak Yanusa. Â Â
Kerap dilibatkan Badan Bahasa menjadi juri dan instruktur, Pak Yanusa memiliki teknik membaca yang sederhana, hingga terbiasa menerapkan metode yang efektif dan efisien. Dia menuturkan, novel dianggap potensial bila dirinya bisa bertahan sampai 10 halaman. Dia simpan untuk nanti dibaca ulang. Lalu ia beranjak ke novel lainnya. Sedang untuk karya lain yang belum layak, dirinya berseloroh: 'sudah masuk ke neraka'. Pak Yanusa bicara kapasitas dirinya sebagai juri. Â Â
"Karena saya akan marah sekali. Kalimat tidak jalan, kok berani menulis novel. Boleh ya saya ngomong begitu, karena kapasitas saya sebagai juri," ungkapnya dalam Sosialisasi Karya Pemenang dan Nomine Kategori Novel Penghargaan Sastra Kemendikbudristek Tahun 2023 , Kamis, 16 November 2023, Hotel Golden Boutique Kemayoran, Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Tak bisa dipungkiri memang kesan pertama begitu menggoda. Selanjutnya terserah Anda. Macam takarir terkenal sebuah iklan minyak wangi di era 90-an.  Bila pembaca sudah terpikat di satu kalimat hingga halaman pertama, antusiasme mereka selanjutnya sudah kita genggam. Â
Sebenarnya tidak ada tip dan trik, sebut Pak Yanusa. Selama kita terjun dan konsisten, insting kreasi kita akan berjalan dengan sendiri. Kuncinya, bagaimana supaya sebuah karya berhasil membangunkan sekitar 100 miliaran sel saraf (neuron) di otak. Nah, lho.
Berikut ini beberapa simpulan pancingan dari Pak Yanusa yang bisa kita kembangkan:
- Pertanyakan lagi
Kalau kita punya satu pernyataan A di mana orang sudah menerima sebagai pernyataan A, cobalah pertanyakan lagi. Contoh, "Dia anak rajin". Kalau kita tulis dengan: "Dia anak rajin?" Potensi pembaca sontak akan berpikir: dia rajin? Benarkah? Memang kenapa kalau dia rajin?, dan lain sebagainya
- Gigitan kalimat pembuka  Â