Mohon tunggu...
Arkian Widi
Arkian Widi Mohon Tunggu... Freelancer - hello world

a wandering digital bedouin.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Bungkeuleukan (2020), Ketakutan Bukan Karena Jurik

2 November 2020   13:14 Diperbarui: 9 November 2020   10:59 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecanduan judi togel harus dibayar mahal oleh Jantra (Ridho R Falah) yang diceraikan Lastri (Agis Kristiyanti) dan seorang diri membesarkan anak semata wayang Amar (M. Rafli R Despian). Nasehat teman, Marsudi (Irvan Agustin P) agar menghentikan kebiasaan buruknya itu tak digubris. Panjang angan makin menjadi-jadi seiring cemooh  Pak RT Sujoni (Deden F Fadilah) yang bikin iri karena menang togel, dan kecipratan proyek pembangunan rumah. Keinginan memiliki rumah idaman pun kian jadi pembenaran dirinya harus mengundi nasib. Keputusasaan berujung nekat hingga mengambil jalan pintas, ngimpo dibawa Wa Ilyas (Iwan Kurdiana) ke tempat ritual ngeri. Jadi ingat wanti-wanti Max California di 8MM (1999); If you dance with the devil, the devil dont change. The devil changes you. Ketika kau anggap bisa menguasai roh gelap, tapi malah sebaliknya.   

Meski dikemas atmosfer supranatural dan bikin bergidik bulu roma, Bungkeuleukan kaya akan spektrum problematika sosial. Yang saya suka dari film indie adalah mereka lebih luwes bertutur. Pesannya membumi lewat percakapan dengan tema yang akrab di keseharian. Dengan alur yang tidak diatur selera pasar, Bungkeuleukan memotret realita masyarakat kelas bawah di pedesaan.

Mengutip Booklet Bungkeuleukan, biaya pembuatan film berdurasi 38 menit ini hanya menghabiskan biaya kurang lebih 3 juta rupiah untuk pra-produksi dan produksi, serta 1 Juta rupiah untuk post-produksi. Berkah dari bujet yang minim adalah tiap scene dieksekusi dengan efektif dan efisien. Tidak ada adegan yang tak perlu hingga pesan tersampaikan dengan baik. Akting Aldi Maulana (Toto) mencuri perhatian di scene yang memantik kengerian di antara area temaram pepohonan bambu yang seram.

Unsur budaya kesundaan kental lewat dialog, aksara otentik sebagai judul, dan lonceng angin bambu yang menambah aksen ornamen mistik. Situs yang dipilih pun betulan dianggap keramat oleh warga sekitar. "Bungkeuleukan" dalam kosa kata Bahasa Sunda berarti wujud keinginan 'sir' manusia yang tidak diikhlaskan ketika meninggal. Saya terperanjat oleh plot twist yang menggantung gelisah menyisakan teori skenario akhir versi penonton. Ending scene mengingatkan saya akan adegan pamungkas di The Others (2011), dan My Neighbour Totoro (1988). Bagi yang jeli memperhatikan detil, film yang melibatkan 30 orang crew dan 25 pemain ini menyuguhkan pemandangan metaforis nan sinematis ala the Mist atau Silent Hill. 

Film yang berseting lokasi di Desa Lebak Gunung Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor  itu turut menguatkan, bahwa kemiskinan itu dekat kepada kekufuran. Betapa ketakutan Jantra akan hidup melarat menggiringnya ke jalan gelap yang dipilih. Ketakutan bukan terletak di kengerian akibat penampakan makhluk halus. Ketakutan ada di ketidakmampuan membeli gula-gula dan memiliki pernak-pernik duniawi. Ada yang takut tidak dicintai. Ada yang takut tidak diterima. Ada yang diterima tapi malah takut.  Ada yang takut tidak lagi cantik atau gagah. Ada yang takut tidak diperhitungkan lagi karena sudah tak berdaya alias post-power syndrome. Banyak yang takut terpapar covid-19. Dan ketakutan-ketakutan lainnya. Inilah horor yang paling nyata kita hadapi tiap hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun