[caption id="attachment_327382" align="alignnone" width="630" caption="Narasumber Diskusi "][/caption]
Kamorang jangan pergi dulu, ini ada orang namanya Jokowi mau selamatkan anda dari masalahmu. Begitulah efek yang kini dimainkan berbagai kalangan sejak pilpres hingga pengambilan sumpah capres terpilih 20 Oktober 2014 dihadapan MRP RI. Mereka bilang akan ada tol laut, akan bikin pasar tradisional, kan utamakan Papua. Mulai kampanye dari Papua, pas resmi jabat Presiden janjinya datang lagi ke Papua. Ada apa gerangan nongol trus ke Papua? Ingin memaggil kembali saudara-saudara di Papua yang selama ini sudah tra percaya dengan kebijakan pemerintah. Ingin mengobati rasa bersalah Indonesia atas Papua. Ingin mengembalikan derajad sebagai manusia bermartabat yang sama duduknya dengan manusia lain.
Trus, bagaiaman menyelamatkan orang Papua tapi Presiden beserta negara ini sudah dahulu diikat sama imperialis Amerika. Bagaimana membuat orang Papua merasa nyaman dengan Indonesia sementara instrumen negara yang harus dijalankan seorang presiden nantinya malah menjalankan praktik usir-usir lagi. Usir kami dari gunung karena ada perusahaan mau masuk gali emas dan tembaga. Usir kami dari dusun sagu karena ada kebun sawit yang masuk. Ikan kami dilaut habis karena kapal ikan besar masuk kesini tangkap ikan. Belum lagi, praktik daerah operasi militer yang ilegal tetap menjadi masalah sampai sekarang.
Ruang publik terbuka bagi siapa saja dari Papua ketemu Jokowi. Mulai dari yang datang mengeluh masalahnya, melaporkan hal-hal tertentu hingga bicara pembangunan. Tipe orang Papua rakus jabatan dan harta dia pilih bicara pembangunan di Papua. Sementara orang Papua yang memburu keadilan dan kebenaran dia pilih angkat persoalan untuk sama-sama cari solusi menyelesaikan agar ada kedamaian. Dua tipe orang-orang diatas, sudah bisa anda buka di mbah google, pasti ada yang tatap muka. Seolah-olah, sosok dari kali anyar Solo itu bisa diharapkan merubah apatisme orang-orang di Bumi cenderawaih itu.
Lain lagi ceritanya dari segi kekerasan. Amerika punya TNI/POLRI, siapa bilang presiden indonesia adalah panglima tertinggi dari seluruh angkatan bersenjata. UUD 1945 memang memuat itu, tapi praktiknya di Papua, trada barang itu jalan. Yang ada, presiden takut perintahkan anak buahnya letakkan senjata dan pakai dialog dengan orang Papua. Kepala negar takut pulangkan tentara yang jaga freeport, BP, PAM Swakarsa di kebun sawit dan bisnis lainnya. Ini kekayaan Papua, sudah dijarah pihak asing, eh malah dijaga dan dilindungi tentara negara pula.
Jokowi pribadi dan Jokowi Presiden tentu beda. Lubuk hatinya punya empati kemanusiaan, tetapi sebagai kepala negara, konstitusi negara wajib dijalankan. Negara suruh bagun pabrik di dusun sagu ya mau bikin apa. Negara bilang tembak mati orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah, mau apa dengan dalil itu? Apalagi, sejarah gerbong yang berada dibalik pemerintahan Jokowi-JK adalah mereka yang punya reputasi buruk tentang Papua. Megawati Bunuh Theys Eluay, Megawati teken kontrak jual beli gas LNG-BP dengan harga murah, Megawati keluarkan Kepres tentang pemekaran yang juga bunuh UU Otsus.
Tambah lagi gerbong L.B Mordani seperti Luhut Panjaitan dibalik Jokowi. Kelompok ultra nasionalis itu klaim Papua sebagai daerah kekuasaan mereka dari segi teritorial milter. Dasar klaim mereka (Baca: Inilah Aktor Demokrasi Palsu di Papua), sejak PEPERA 1969, mereka sukses rekayasa penentuan pendapat yang membawa Papua masuk kedalam NKRI. Selain alasan operasi militer era mordani, mereka juga mengklaim bahwa Papua mayoritas kristen sehingga tanah ini dibawah kekuasaan gerbong militer mereka. Papua dibawah operasi militer yang praktiknya sudah seperti DOM namun tak legal karena trada UU DOM di Papua. Papua damai terhalang aksi-aksi penembakan misteriaus oleh OTK, tanpa penegakan hukum yang jelas. OPM dicatut sebagai sandaran proyek mereka yang suka bisnis keamanan itu.
Jokowi efek Papua trada pengaruhnya karena cuma orang rakus jabatan saja yang ikut ambil bagian dari efek itu. Sebagian besar orang Papua sudah trada urusan dengan Indonesia, apalagi presiden. Anda baca artikel saya sebelum artikel ini, itu mungkin saja faktor politis yang memukul Indonesia di dunia sehingga tiba-tiba ada oknum ingin jadikan Jokowi efek sebagai tamparan bahwa, Papua sudah bisa diatasi oleh pendekar asal solo itu. Cara bodoh yang halus namun masih ada saja orang Papua yang ikut-ikutan karena tra mengerti apa maksud dibalik Jokowi efek itu.
[caption id="attachment_327383" align="alignnone" width="605" caption="para undangan dan peserta Diskusi "]
Mengutip pernyataan Bruder Budi pada sebuah diskusi terbuka, dia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia di PBB hanya mau tanggapi dua isu saja, yaitu isu beragama dan Papua. Dalam artian, kampanye luar negeri Indonesia hanya fokus pada dua isu itu, yang lainnya kurang kencang. Contohnya, menurut Bruder yang lama mengembankan amanat melayani rakyat Papua dan telah pindah ini, otsus plus malah ramai di eropa dan amerika, sedangkan di Indonesia trada bunyinya. Marketing Papua laku diluar negri, ungkapnya. Sementara Pdt. DR. Beni Giai bilang, kenapa pejabat Papua bolak balik Jakarta Papua minta jabatan, sampai-sampai pada rame minta jatah mentri di kabinet Jokowi. Beni menyindir orang Papua yang rakus jabatan mentri itu dari pada repot minta jatah kursi mentri, bikin negara sendiri toh, demikian ungkapan sang tokoh Papua itu yang bikin ketawa para pendengar di suatu diskusi terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H