[caption id="attachment_327832" align="aligncenter" width="512" caption="seketika masuk ke perkebunan sawit PT.Nabire Baru, inilah salah satu dari sekian pemandangan yang bisa dilihat bahkan berjejer di sepanjang jalan utama kebun tersebut, fakta adanya bekas campur tangan TNI di kebun sawit Papua (sumber foto: pusaka.or.id)"][/caption]
Sebelum Papua di jamah oleh kedatangan siapa saja, termasuk prajurit TNI, orang adat sudah ada lebih dahulu. Sementara demi misi kenegaraan semata, TNI/POLRI hadir di bumi Papua. Sama-sama mengemban tugas rakyat. Yang berseragam mengemban tugas misi Negara demi keutuhan, sementara masyarakat sipil mengemban tugas menjaga hak ulayat leluhur mereka. Tentara jaga Papua dengan senjata dan doktrin nasionalisme, sementara orang adat jaga Papua dengan cerita moyang turun temurun. Apa yang terjadi dimasa sekarang? Simak selengkapnya simak penulisan saya disana (Orang Adat Papua versus Prajurit Indonesia).
Pada bagian lain, orang adat dilucuti dari berbagai lini. Salah satunya seperti dilansir, detik.com, bahwa berbagai cara pemerintah Kabupaten Puncak, Papua Barat, guna menangkal paham Organisasi Papua Merdeka (OPM). Salah satunya dengan menerapkan denda adat Rp 2 miliar apabila ada warga atau pihak keluarga yang terlibat OPM di Kabupaten Puncak yang diketahui membunuh anggota TNI/Polri yang berjaga di kawasan tersebut.
Bagaimana mungkin, ingin menguasa tataran pokok orang adat Papua yang sudah ada sebelum negara Indonesia datang? hanya kerakusan saja jawabanya. Bahkan menggantikan tupoksi menjaga Tanah Papua dari fungsi adat kepada fungsi prajurit menjaga negara, sesuatu yang bila dirunut dari akarnya, tentu pincang. Kenapa pincang? degradasi manusia dan alam di ukur dari sejauh mana kehilangan fungsi itu sendiri. Daerah Papua sekarang masih menjadi konsensi dua agenda. De-militerisasi maupun kran investasi. Keduanya bersatu padu merambah Tanah Papua yang elok itu menjadi karuan. Suasana hening nan damai, sudah tak ada lagi. Hidup dalam keresahan, itulah wajah-wajah orang Papua saat ini.
Sementara mereka (orang adat ) yang berhasil masuk dalam tupoksi prajurit yang ingin menggantikan fungsi adat kepada fungsi negara, justru nyaman dan malah dijaga. Sebut saja Ramses Ohe dari BMP Papua, atau mereka yang mendirikan organisasi adat suruhan pemerintah. Pola dan prilaku mereka tentu tidak sama dengan masyarakat hukum adat yang benar-benar membawa keluhuran alam dan tradisi dalam hidup sehari-hari mereka. Ketika fungsi jaga Papua dijarah dari orang-orang adat lalu militer masuk, kerapuhan terjadi. Dahulu tentara sekali pergi bawa pulang ratusan burung cenderasih. Sekarang, sekali pergi bawa M-16 pulang bawa 16 miliar.
Satwa yang dilindungi oleh masyarakat adat, terancam punah lantaran militer hadir. Uang bayaran dari perusahaan skala besar maupun kecil untuk tanah yang mereka pakai, berupa pajak, sebagian harus ditelorkan kepada pihak keamanan perusahaan, akibatnya, pembangunan fasilitas publik seperti rumah sakit, sekolah, jalan raya, dst menjadi berkurang.
Dwi Fungsi ABRI (sekarang TNI-POLRI) belum berakhir. Mereka masih ada dengan berbagai gaya. Salah satunya menenteng senjata masuk ruang-ruang masyarakat sipil dengan berbagai dalil demi keutuhan NKRI. Lihat saja, negosiasi freeport selama ini trada libatkan orang adat, justru bisnis keamanan saja yang berhasil mereka teken MOU, dan rutin dibuatkan. Orang amungsa yang dulu digusur dari gunung itu hidupnya menikmati limbah emas, sementara tempat-tempat mereka sebagian sudah berdiri pos keamanan.
Praktik selanjutnya, dahulu hutan yang selalu dipantau oleh pemilik ulayat, kini beralih menjadi pengawasan PAM Swakarsa. Baik di perkebunan kelapa sawit maupun pabrik apapun di Tanah Papua, semua sudah beralih dari peradaban adat kepada de-militerisasi.
Dirgahayu TNI, Angkat Kaki dari Wilayah Adat Tanah Papua harus dilakukan demi mengembalikan fungsi-fungsi orang adat. Seperti yang penulis utarakan pada ulasan lain disana bahwa, baik prajurit TNI yang baru saja merayakan hari jadi mereka maupun orang adat yang juga dibahas di dunia oleh PBB hingga pengakuan konstitusi Indonesia (Pasal 18B Bab IV, Pasal 25 Bab IXA dan Pasal 28I Bab XA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012).
Ditengah pesatnya pembangunan global yang tentunya mengancam peradaban hutan dan alam bahkan mahluk hidup, maka saatnya orang-orang adat dikembalikan menjalankan tupoksi mereka, yaitu jaga hutan adat. Sementara prajurit TNI sudah saatnya mendukung kemerdekaan orang-orang adat dengan cara tidak lagi bawa senjata usir-usir mereka keluar dari hutan dengan berbagai dalih yang ujung-ujungnya hanya menguntungkan bagi investasi semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H