Dua lembaga negara di indonesia saat ini menggantung alias cacat. Polisi cacat karena hanya dijalankan oleh Plt. KPK cacat karena dalam mengambil suatu putusan harus kolegial kolektif. Paska BW diciduk, kordinasi KPK kacau. Sementara disaat yang sama, pemerintah-freeport sepakat perpanjang MOU smelter. Polisi Indonesia terburuk sejagad. Tra Brani tegakkan hukum bagi pertambangan asing seperti freeport, sukanya cari kasus sampah untuk pencitraan semata.
Reformasi bukanya bikin polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat bahkan penegak hukum, malahan polri sudah sama seperti ormas politik yang menenteng senjata dan pasal-pasal hukum untuk mengedepankan kepentingan korps semata. Begitu mudahnya institusi ini menggadaikan dirinya demi kepentingan oknum di internal maupun eksternal polri.
Anda bayangkan, lantaran polisi cari sampah untuk jadikan barang bukti semata, kondisi saat ini KPK sudah ditumpulkan. Karena sesuai UU KPK, bila sudah tersangka, harus mundur atau dianggap tidak pas mengembankan amanat pemberantasan korupsi. Perkara BW sudah basih, lapuk dan trada gunanya untuk diangkat kembali demi keadilan hukum, eh, itu justru menggiurkan bagi perwira polisi saat ini.
Gengsi lembaga menjadi perhatian utama daripada gengsi penegakan hukum. Kalau mau tegakkan hukum, polisi Indonesia mana muka kalian ketika Freeport putar-putar Indonesia soal smelter dan pajak? Bahkan Freeport jelas-jelas melanggar eksistensi UUD 1945 pasal 33, kemana kalian para perwira gagah?
Mantan wakil kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno menilai, tata cara penangkapan pejabat negara dengan model seperti itu sangat tidak patut. "Masa tidak ada cara-cara penangkapan yang beretika? Cara penangkapan sudah tidak sah, apalagi ada anak kecil. Anak kecil lihat bapaknya diperlakukan seperti itu. Ini pelanggaran berat. Anak kecil melihat bapaknya seperti itu, bisa benci ke polisi," kata Oegroseno dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta, Jumat (23/1).
Orang-orang rakus di tubuh kepolisian bikin citra polisi buruk sejagad raya. Dikasi emban tugas mengayomi dan menegakkan hukum, malah salah gunakan mandat reformasi 1998. Mereka pakai institusi ini untuk bikin gendut invidu, kelompok dan nihil mengedepan kepentingan Negara dan rakyat.
"Saya yakin seyakin yakinnya, Pak BW bersih!" kata Mahfud saat dihubungi Tempo, Jumat, 23 Januari 2015. "Beliau orang yang lurus dan punya komitmen kuat untuk memberantas korupsi."
Di Jakarta, kepentingan elit politik dan senioritas yang diutamakan. Sementara di Papua, kepentingan pemodal (tambang, gas dan sawit) yang diutamakan daripada rakyat Papua itu sendiri. Ini kenyataan yang selalu muncul dipermukaan semenjak kepolisian diajarkan membawa visi dan misi pengayoman. BW merupakan salah satu dari orang-orang Indonesia yang dalam hidupnya berjuang bagi keadilan dan kebenaran di Bumi Papua.
Dialah yang merintis penegakan hukum disini, dimana kini advokasi hukum kerap dilakukan generasi muda Papua masa kini. Maka itu, heran ketika polisi Indonesia perlakukan secara sewenang-wenang. Kamorang Indonesia coba kalo tegakkan hukum itu, yang benar saja, bukan untuk cari sensasi.
Mariani (33) terkejut ketika menyaksikan banyak polisi lengkap membawa senjata laras panjang sedang berkumpul di KomplekS Tima, Jalan Tugu Raya, Kelapa Dua, RT 007 RW 12, Depok, Jawa Barat, Jumat (23/1/2015). Saat itu jarum jam menunjukkan pukul 07.00 WiB pagi. Dia hendak mengantarkan anaknya yang ke Sekolah Dasar SD Aragma, sekitar 500 meter dari lokasi itu. "Balik lagi, saya lihat sudah ramai. Empat orang pakai seragam bebas, dua orang pakai seragam lengkap. Mobil polisi patroli satu, selainnya mobil pribadi. Awalnya kita enggak tahu apa" ujar Mariani kepada Tribunnews.com, Jumat (23/1/2014). Perempuan yang akrab disapa Maya ini adalah saksi mata penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri pagi tadi. Dia menceritakan kejadian itu terjadi tepat di depan butik Rifa. Tempat tersebut dia biasa lewatinya setiap hari. Para aparat kepolisian menggunakan seragam bebas, kata dia, kerap menunjuk-nunjuk ke arah BW yang saat itu hanya mengenakan sarung dan baju koko berwarna putih.
Sama-sama punya kartu AS. Polisi tetapkan BW tersangka ikut cara KPK tetapkan BG tersangka. Tra mungkin mereka (KPK-Polisi) meniadakan status tersebut demi apapun. Yang rugi disini adalah KPK. Status tersangka itu artinya BW sudah tidak lagi jalankan tugasnya di KPK sesuai UU walaupun tudingan yang diberikan kepada wakil KPK tersebut bukan kategori gratifikasi atau pembunuhan nyawa orang.
Entah ada hubungannya atau trada, BW ditangkap pada hari Jumat (23/1), dimana penangkapan itu bertepatan dengan hari lahirnya Ketua Umum Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri yang ke-68. Sembari mengaminkan pernyataan KPK agar perang melawan siapapun yang ingin menghalangi pemberantasan korupsi, institusi polri harus dibersihkan dari oknum-oknum rakus kekuasaan.
Stop menangkap orang, membunuh atau meniadakan kemerdekaan manusia atas dasar suruhan pihak yang punya kepentingan atau maksud tertentu. Hentikan propaganda bahwa pribadi dan lembaga tak sama demi menutupi kebobrokan lembaga lainnya. Tetapi aktor-aktor penindas yang merangkai kepentingan kedalam institusi negara, perlu diberantas. Entah freeport atau lembaga manapun, atasnama doktrin apapun, jangan sekali-kali berlaku sewenang-wenang atas manusia lain karena semua praktik ketidakadilan berawal dari sistem yang salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H