Menarik untuk mencermati keberadaan salah satu candi Hindu yang terletak di Kelurahan Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sebab, di bangunan suci itu apa yang disebut tabu secara visual masih bisa dipelajari oleh siapapun.
Ketika orang pertama kali melihat relief maupun arca di sana, mungkin berpikiran bahwa penampilannya sangat vulgar karena digambarkan secara natural. Apabila dikaji secara serius, sebenarnya sesuatu yang tabu dan naturalis tersebut sebenarnya sarat akan makna.
Makna pertama berkaitan dengan pangruwatan. Hal ini dapat diketahui dari relief-relief Garudeya, Bhimaswarga, Bimaruci, dan Sudamala. A.J. Bernet Kempers mengatakan, sejak awal didirikan Candi Sukuh diperuntukkan sebagai situs suci yang berhubungan dengan penghormatan kepada arwah-arwah leluhur. Pada paruh pertama abad ke-15 Masehi kemudian diubah menjadi monumen yang memadukan unsur Hindu-Jawa dengan karakter lokal sebagai sarana pembebasan arwah leluhur dari ikatan duniawi (kamoksan jati).
Makna kedua berkaitan dengan kesuburan. Hal ini dapat diketahui dari keberadaan lingga-yoni di bagian lantai candi, arca, dan relief Gana yang digambarkan secara naturalis yaitu menonjolkan alat kelamin. Berkaitan dengan hal ini, Saras Dewi mengatakan bahwa  candi-candi yang berdimensi erotis di Indonesia menandakan suatu era dimana kebudayaan masa lalu menekankan pada penghormatan terhadap tubuh manusia sebagai persemayaman dari Hyang Tunggal.
Pemahaman Setengah-setengah
Stigma terlalu dewasa yang menjadi penyebab dikaburkannya bagian tubuh tertentu yang dinilai terlalu dewasa untuk disiarkan di layar kaca, menurut saya akibat dari pemahaman yang masih setengah-setengah. Kesalahpahaman yang sering terjadi adalah pandangan yang menganggap bahwa vulgarisme hanya dipahami dari kulit luarnya saja.
Kecenderungan orang atau pihak tertentu tidak sungguh-sungguh memahami citra visual yang ada di hadapannya adalah mengklasifikasikan tubuh yang terbuka dan menonjol ke ranah pornografi (karena gairah atau ketertarikan akan tubuh kerap diperlawankan dengan kesucian). Sekali lagi, apakah kemudian relasi antara tubuh yang terbuka dengan citra visual layar kaca melawan ketentuan moral dan agama?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H