Mohon tunggu...
Jingga Kelana
Jingga Kelana Mohon Tunggu... Arkeolog -

Lulusan Program Studi Arkeologi, FIB Udayana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peradaban Hindu-Budda di Nusantara Berawal dari Tepi Pantai

11 Agustus 2017   13:19 Diperbarui: 11 Agustus 2017   16:55 3021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cermin Perunggu dari Situs Pangkung Paruk. Foto: Balai Arkeologi Denpasar, 2009.

Penguburan langsung dilakukan dengan cara mayat dikubur secara langsung ke dalam tanah, baik dengan menggunakan wadah maupun tanpa wadah. Umumnya posisi anatomis rangka dapat dikenali dengan baik. Sementara itu, penguburan  tidak langsung dilakukan dengan cara pertama-tama mayat dikubur secara langsung untuk beberapa waktu, kemudian tulangnya sebagian atau seluruhnya dikuburkan kembali. Hal ini mengakibatkan susunan anatomis rangka menjadi berubah. Sama halnya dengan penguburan langsung, penguburan tidak langsung pun juga dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan wadah.

Tradisi Potong Gigi

Awal bulan ini ada salah satu tetangga saya yang baru saja melangsungkan upacara potong gigi atau pangur. Ya, sekilas jika dicermati yang melakukan tradisi ini adalah masyarakat yang beragama Hindu. Sehingga ada anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa tradisi potong gigi merupakan tradisi orang Hindu, sehingga mereka wajib melaksanakan tradisi atau upacara tersebut. 

Benarkah anggapan itu? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh arkeolog terhadap temuan rangka manusia dari Situs Song Keplek (kawasan kars Gunung Sewu, Jawa Timur), Situs Semawang (Sanur, Bali), dan Situs Liyangan (Temanggung, Jawa Tengah) sebenarnya tradisi potong gigi atau pangur adalah tradisi dari Nusantara.

Sampel gigi yang mengalami proses pemanguran pada rangka Situs Semawang, Sanur. Dokumentasi Martha Luhana, 2015.
Sampel gigi yang mengalami proses pemanguran pada rangka Situs Semawang, Sanur. Dokumentasi Martha Luhana, 2015.
Rangka manusia yang ditemukan di Situs Song Keplek berasal dari masa neolitik awal dan telah menjalani tradisi pemotongan gigi ketika berumur sekitar akhir masa remaja atau dewasa muda (18-22 tahun). Berjenis kelamin perempuan yang meninggal pada umur 40 tahun. Rangka manusia Situs Semawang yang mengalami trauma gigi akibat dipangur (dipotong) sebanyak tujuh individu, di antaranya rangka IV, rangka VII, rangka VIII, dan rangka IX. Sampel tersebut berjenis kelamin perempuan dengan usia meninggal antara 17-45 tahun. 

Sementara itu, individu berjenis kelamin perempuan berumur 18-22 tahun yang ditemukan di Situs Liyangan juga menjalani tradisi potong gigi (pangur). Individu ini berasal dari masa Mataram Kuno (abad ke-9-10 M). Sejumlah hasil penelitian terhadap sampel rangka manusia masa lalu menunjukkan bahwa potong gigi atau pangur memang tradisi yang berakar dari kebiasaan masyarakat Nusantara. Sebab, tradisi ini sudah dikenal jauh sebelum agama Hindu-Buddha (budaya India) masuk ke Nusantara dibawa oleh para pendeta melalui jalur perdagangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun