Penguburan langsung dilakukan dengan cara mayat dikubur secara langsung ke dalam tanah, baik dengan menggunakan wadah maupun tanpa wadah. Umumnya posisi anatomis rangka dapat dikenali dengan baik. Sementara itu, penguburan  tidak langsung dilakukan dengan cara pertama-tama mayat dikubur secara langsung untuk beberapa waktu, kemudian tulangnya sebagian atau seluruhnya dikuburkan kembali. Hal ini mengakibatkan susunan anatomis rangka menjadi berubah. Sama halnya dengan penguburan langsung, penguburan tidak langsung pun juga dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan wadah.
Tradisi Potong Gigi
Awal bulan ini ada salah satu tetangga saya yang baru saja melangsungkan upacara potong gigi atau pangur. Ya, sekilas jika dicermati yang melakukan tradisi ini adalah masyarakat yang beragama Hindu. Sehingga ada anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa tradisi potong gigi merupakan tradisi orang Hindu, sehingga mereka wajib melaksanakan tradisi atau upacara tersebut.Â
Benarkah anggapan itu? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh arkeolog terhadap temuan rangka manusia dari Situs Song Keplek (kawasan kars Gunung Sewu, Jawa Timur), Situs Semawang (Sanur, Bali), dan Situs Liyangan (Temanggung, Jawa Tengah) sebenarnya tradisi potong gigi atau pangur adalah tradisi dari Nusantara.
Sementara itu, individu berjenis kelamin perempuan berumur 18-22 tahun yang ditemukan di Situs Liyangan juga menjalani tradisi potong gigi (pangur). Individu ini berasal dari masa Mataram Kuno (abad ke-9-10 M). Sejumlah hasil penelitian terhadap sampel rangka manusia masa lalu menunjukkan bahwa potong gigi atau pangur memang tradisi yang berakar dari kebiasaan masyarakat Nusantara. Sebab, tradisi ini sudah dikenal jauh sebelum agama Hindu-Buddha (budaya India) masuk ke Nusantara dibawa oleh para pendeta melalui jalur perdagangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H