Namaku Nuey, aku masih kelas 4 SD. Walau aku masih sekolah dasar namun aku masih kecil lho? Aku anak tunggal dari pasangan ayah Agil sama bunda Selsa. Ayahku keturunan Arab, bundaku keturunan Jawa. Meski demikian ayah dan bunda saling menyayangi. Mereka berdua juga sangat menyayangiku. Ayahku bekerja sebagai mantri di sebuah puskesmas kecil di kampungku. Kata orang orang sih ayah itu tukang suntik dan tukang obat gejrot, maklumlah di kampung. Sementara bundaku hanyalah seorang ibu rumah tangga yang sehari hari membantu ayah di rumah. Mengasuhku, menemaniku bermain, mengantarku sekolah sampai menceritakan dongeng sebelum aku tidur tentang kancil nyolong android.
Ayahku orangnya sangat disiplin. Selalu bangun di sepertiga malam untuk sholat tahajud, lalu baca kitab suci sampai Subuh. Setelah itu ayah kasih makan bebek piaraan keluarga kami yang berjumlah ratusan. Barulah setelah semuanya selesai ayah berangkat kerja. Sepulang kerja biasanya ayah memeriksa buku pelajaran sekolahku, kadang ayah juga menuntunku mengerjakan PR. Ayahku adalah sosok yang tegas dan selalu menanamkan kejujuran. Satu kali ayah pernah memarahiku karena aku tidak berangkat sekolah dengan alasan aku sakit, padahal aku kesiangan karena malamnya aku main game di tab hadiah sunatku. Kata ayah aku tidak jujur, dan ayah selalu mengatakan sepahit apapun kejujuran, ungkapkanlah.
Suatu hari aku diajak bunda ke puskesmas tempat ayah bekerja. Kebetulan ada seorang tetangga yang pingsan dan dibawa ke puskesmas karena kelelahan mencangkul di sawah. Ayahku yang seorang mantri segera bertindak cepat. Aku melihat ayah menempelkan mulutnya ke mulut orang yang sedang pingsan tersebut. Setelah beberapa menit tetanggaku itu sadar. Aku sangat bangga dengan ayahku. Lalu aku bertanya pada bundaku apa yang dilakukan oleh ayah. Bundaku menjawab, "itu namanya napas buatan nak". Sembari membelai rambutku yang setengah gundul.
Pada suatu malam setelah aku merampungkan PRku, di rumahku kedatangan tamu yang merupakan teman ayahku. Namanya pak Afandong, orangnya tambun, hidungnya mancung ke dalam. Lalu aku ijin untuk menonton tivi kepada ayah di ruang tengah yang bersebelahan dengan ruang tamu di mana ayah dan pak Afandong bercakap cakap. Bundaku muncul dari dapur sambil membawa senampan makanan kecil serta minuman. Tak lama kemudian ayah dan bundaku sudah bergabung nonton tivi karena pak Afandong tamunya ayah sudah pamit pulang.
"Besok ada ulangan gak Nuey?". Tanya ayah .
"Tidak yah". Jawabku singkat.
"Oiya yah. Kalau Nuey pingsan ayah bakal bikin napas buatan untuk Nuey gak yah?" Tanyaku kemudian. Ayahku tersenyum sembari menggenggam erat lengan bundaku, lalu berkata; "Tentu Nuey, ayah kan mantri. Kasih napas buatan untuk orang lain saja bisa apalagi buat anak sendiri yang tercinta dan pinter ini"
Mataku masih menatap acara discovery chanel di tivi, tanpa menoleh aku kembali berucap;
"Pak Afandong juga pinter bikin napas buatan kok yah".Â
"Oh iya? Kok kamu tahu Nuey kalau pak Afandong teman ayah itu bisa membuat orang pingsan siuman dengan napas buatan?". Tanya ayah penasaran.
"Nuey lihat sendiri kok yah, tadi siang pak Afandong juga kemari. Saat Nuey tidur siang sama bunda pak Afandong masuk ke kamar lalu kasih napas buatan ke mulut bunda. Padahal bunda cuma tiduran gak pingsan". Sesaat setelah aku berkata begitu kulihat warna muka ayahku berwarna merah, dan bundaku sudah tidak ada di ruang tengah pergi entah kemana.
Salam canda..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H