Apa yang paling kita takutkan? Kehilangan atau terpaksa mengikhlaskan itulah yang kini ia rasakan, kehilangan dan harus terpaksa mengikhlaskan ketika seseorang yang ia cintai memilih jalan yang berbeda, menaiki kereta yang sama namun harus berhenti di stasiun yang berbeda.
Seperti halnya waktu yang tak bisa di tebak begitupula isi hati yang terus menjadi sebuah misteri nan panjang yang begitu menantang untuk di pecahkan, kini ia hanya bisa menahan sendu menahan air matanya untuk tak terjatuh saat melihat orang yang dulu dan kini masih begitu ia cintai memilih meninggalkan dan berjalan bersama orang lain, tubuhnya begitu lemas sekarang, kepalanya hanya memikirkan hal-hal yang tak mungkin terjadi berharap bahwa kejadian hari ini adalah bunga tidurnya sebuah mimpi buruk yang tak pernah ia inginkan.
Ia menggengam erat, sebatang coklat lalu meremasnya secara perlahan membuangnya ke tempat sampah dan ia berjalan keluar dari cafe saat itu juga, ia masih mengepalkan tangan tanda emosinya belum berakhir rasa marah,sedih,kecewa yang menjadi satu menyelimuti hatinya hingga ia tak sadar telah beberapa kali memukul-mukul kaca mobilnya sendiri di tengah hujan yang mengguyur sore hari itu, senja enggan tuk terlihat tertutup awan hitam pekat dan buliran air yang terus mengguyur berjatuhan membasahi tubuhnya.
"Ray, apaan sih heh gue tungguin juga dari tadi, lu pulang ngampusbelum pulang juga? ngapain di cafe?"
"Heh gue bicara sama elu kali ray, denger nggak sih ini ujan bro. Untung aja gue bawa payung yah, walaupun tadi supir taksinya baik banget ngasih payung."
"Fyuh bisa diem nggak?"Â
"Oke tapi bisa dong, sekarang masuk mobil dulu ini bisa-bisa basah kuyup kita di sini."
"Nih kuncinya, lu yang nyetir"
"Lah tumben kok gue, biasanya kan lu lebih suka bawa sendiri."
Tanpa memperdulikan temannya ia memasuki mobil dengan cepat.
"eh ini anak maen masuk mobil aja napa sih, diem mulu kek patung."
"Ga lu jangan banyak ngomong deh, ntar gue jelasin tapi nggak disini."
"huft terserah lu deh ray, kalo ke rumah gue dulu boleh nggak? Ngambil HD External gue ketinggalan."
"Heh ini anak gue ngomong sama elu ray, ray!!! Rayhan Pratama denger nggak sih lu."
Mobil melaju kencang meninggalkan parkiran, namun rayhan tetap nampak murung dan enggan tuk berbicara ia memilih diam dan memikirkan apa yang akan ia katakan nantinya kepada temannya yang kini sukarelawan menjadi supir pribadi sementara.
"Udah sampek, nih gue masuk ke dalem dulu yah lu ngikut nggak? Siapa tau lu mau ke dalem yah ketemu adek gue mungkin? Itu juga kalo dia udah pulang."
"Nggak makasih,"
"Tumben luh, biasanya semangat banget ketemu emangnya kenapa? Lagi berantem yah lu berdua? Atau lu aa..."
"Udah cukup interogasinya Arga gue males debat sekarang."
"Jadi beneran nggak mau ngikut?"
"mending lu masuk, ambil tuh HD kalo nggak gue tinggal lu bawa mobil sendiri sana."
"eh janganlah mobil gue kan lagi dia bawa nyokap kok lo tega sih."
"mobil di bawa nyokap? Lah kan nyokap lu di Jakarta."
"iyah mobil nyokap lagi di bengkel biasalah mogok, mobil gue di bawa sekarang di rumah tinggal mobil bokap itu juga kuncinya beliau bawa jadi mana ada mobil gue."
"Yaudah cepetan ambil sana."
Arga bergegas masuk ke dalam rumahnya tapi ia tergegun sejenak saat adiknya sedang bersama orang lain, tanpa memperdulikanarga menaiki tangga dan segera mengambil HD di kamarnya, sementara itu Rayhan sibuk dengan Blackberrynya ia menuliskan beberapa kata di note hapenya itu.
( Next Part ) Kesempatan Kedua | 2Â
*Maaf apabila ada kesamaan nama,tempat, dan kesalahan penulisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H