Perjalanan kami yang masih panjang membuat kami harus segera beranjak siang itu dari Pantai Timang. Tepat sekitar pukul 14.00 WIB kami memutuskan untuk mulai berjalan kaki. Dengan mengambil arah barat, kami berjalan melewati perbukitan demi perbukitan. Melewati tebing, semak belukar dan jalan setapak. Kami cukup bersyukur cuaca gerimis pagi tadi tidak berlanjut. Bahkan semakin sore cuaca menjadi semakin cerah. Harapan kami untuk melihat sunset yang sempurna sepertinya akan terwujud. Meski jarak menuju pantai Sundak yang masih jauh, kami tidak terlalu terburu-buru. Berjalan santai, berhenti sejenak, mengambil beberapa foto, kemudian berjalan kembali. Sambil menikmati pemandangan laut yang luas dari ketinggian tebing-tebing pegunungan karst khas gunung kidul menjadi penghibur tersendiri dari rasa lelah. Kadang kami menemui jalan rata yang tampak sering dilewati. Namun kadang kami harus menembus semak dan rerumputan liar. Salah satu hal yang mengganggu dalam perjalanan ini adalah tumbuhan pandan berduri yang banyak tumbuh sepanjang perjalanan. Karena jika tidak berhati-hati dalam melangkah, duri-duri kecil yang tajam dapat melukai tubuh. Tidak hanya itu, jalan setapak yang berbatasan dengan tebing benar-benar memainkan denyut jantung kami. Bagaimana tidak, lekukan tajam karang-karang di sepanjang pantai di bawah tebing siap menyambut kedatangan apapun atau siapapun yang terjatuh di atasnya. Singkat cerita hampir 2 jam sudah kami berjalan. Sekitar pukul 4 sore kami sampai di sebuah bukit, yang sepertinya bukit tertinggi diantara bukit-bukit yang telah kami lewati. Pemandangan dari atas bukit tersebut membuat kami berdecak kagum. Karena kami dapat melihat lautan luas sejauh mata memandang, yang bertemu langsung dengan langit di batas cakrawala. Setelah rehat sejenak untuk menikmati pemandangan, kami pun berjalan menuruni lembah menuju ke pantai. Di pantai yang pada akhirnya kami ketahui bernama Ngetun tersebut terdapat sebuah saung. Mungkin saung ini dibuat oleh warga desa terdekat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan atau pencari udang. Di dekat saung tersebut, terdapat juga sebuah kandang yang dijaga oleh beberapa anjing. Sempat terpikir apakah ada pemukiman di dekat pantai tersebut. Namun setelah berkeliling sambil mencari kayu untuk malam nanti, tidak satupun rumah yang kami temui. Hanya ada bangunan beratap kecil dengan sebuah nisan di bawahnya. Sebuah nisan yang sekilas tampak sudah sangat lama berada di sini. Sambil menunggu senja tiba, kami mulai menyiapkan tempat untuk bermalam. Karena sangat riskan meneruskan perjalanan ketika malam. Sayangnya, kali itu tidak ada dari kami yang membawa tenda. Hingga akhirnya dengan beberapa batang kayu besar yang kami dapat, ditambah beberapa jas hujan berdirilah sebuah tenda darurat ala kadarnya. Melihat keadaan sekitar pantai, hal yang kami takutkan ketika bermalam di sini adalah datangnya air pasang, petang nanti. Maka dari itu, saya dan seorang teman segera membuat tanggul yang dapat dibayangkan seperti sebuah miniatur dari tembok besar china. Alat yang digunakan untuk membuatnya pun cukup sederhana, yaitu kaki dan tangan. Setelah selesai membuat tanggul setinggi 30 cm di sekitar tenda darurat, kami pun mulai menyiapkan perlengkapan makan dan tidur kami. Selain beberapa matras yang digelar sebagai alas tidur, kompor gas outdoor yang kami bawa pun juga sudah dipasang. Sebuah lampu badai yang menjadi penerang kami malam nanti pun sudah menyala redup. Tidak lupa, beberapa foto untuk mengabadikan momen kebersamaan kami berhasil diambil sebelum matari menghilang di balik cakrawala. Foto sekelompok manusia yang duduk berjajar di dekat tumpukan kayu dan berlatar belakang tenda jas hujan. Sembari tersenyum setelah seharian berpetualang. [] Arkanhendra [caption id="attachment_1598" align="aligncenter" width="300" caption="The Twilight view @Ngetun Beach, Gunung Kidul Yogyakarta (Dok. Sapusothil Adventure)"][/caption] [caption id="attachment_1599" align="aligncenter" width="300" caption="Twilight and silluette @Ngetun Beach Gunung Kidul (Dok. Sapusothil Adventure)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H