Mohon tunggu...
Arkan Alexei Andrei
Arkan Alexei Andrei Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMA Labschool Jakarta 2021

Antusias mengenai rekayasa buatan, ekonomi, serta memajukan negara.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cina, Negara Superpower yang Layak Dicontoh

20 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 20 Oktober 2020   08:30 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cakupan pangkalan militer AS / geographicalimaginations.com

Pernah dengar proyek kereta cepat Jakarta-Bandung? Ya, proyek ini sempat viral di berbagai media sosial seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan lain-lain karena fiturnya yang unik. 

Dikabarkan, kereta cepat ini bisa mengantarkan penumpang dari ibukota ke kota kembang hanya dalam waktu sekitar 35-45 menit. Dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan dengan mobil yaitu sekitar 2 jam, proyek ini akan memangkas waktu yang dibutuhkan hingga 70% dari metode tradisional.

Dan sebenarnya bukan hanya di ibukota saja mulai terbangunnya proyek-proyek infrastruktur yang masif tersebut. Jalan tol Solo-Yogyakarta-NYIA  Kulonponorogo sepanjang 96km, pelabuhan internasional Tanah Kuning-Mangkupadi, pembangkit listrik tenaga panas bumi di Banten, dan masih banyak lagi. Semua proyek ini memiliki satu kesamaan yaitu dalam naungan strategi negara superpower Cina yaitu One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Iniative (BRI).

OBOR adalah strategi Cina untuk membangun infrastruktur global yang berkolaborasi dengan hampir 70 negara dan organisasi internasional. Ini adalah upaya negara panda untuk mengintegrasi jaringan serta jalur perdagangan global yang berpusat di Cina dengan metode anti-kekerasan

Strategi ini unik karena dalam sejarahnya, negara-negara superpower lebih mengutamakan kekuatan militer untuk mendapatkan keinginannya. Coba lihat Amerika Serikat. Ada berapa skandal atau kasus mencampurkan diri di urusan politik internasional? Dari Kuba, Nikaragua, Panama, Haiti, bahkan ada yang mengatakan Indonesia. Daftar lengkap dari intervensi asing yang dilakukan Amerika Serikat bisa dilihat disini. Dan sampai sekarang pun AS memiliki pangkalan militer di seluruh penjuru dunia.

Cakupan pangkalan militer AS / geographicalimaginations.com
Cakupan pangkalan militer AS / geographicalimaginations.com

Kita juga tidak boleh lupa kebijakan kolonialisme yang merajalela di negara-negara Eropa Barat seperti Britania, Belanda, Perancis, Italia, dan lain-lain. Indonesia beserta koloni-koloni lain merupakan korban dari paham-paham imperialis tersebut.

Namun, di abad ke-21, metode kolonialisme dan imperialisme sudah tidak populer. Mayoritas koloni-koloni seperti India, Indonesia, Filipina serta lainnya sudah merdeka dan membentuk negara tersendiri. 

Sebagai anggota PBB, negara-negara superpower terpaksa untuk menghargai kedaulatan negara asing. Lantas, dibutuhkan cara yang baru untuk membuat sebuah negara submisif dan bergantung ke negara lain tanpa menjatuhkan bom. Disinilah bagian diplomasi dan ekonomi sebagai senjata yang sunyi namun mematikan bermain perannya.

Dalam artikel ini, penulis akan fokus ke strategi OBOR yang merupakan inti dari kebijakan luar negeri Sekjen Partai Komunis Cina Xi Jinping.

Secara harfiah, OBOR bisa diterjemahkan menjadi "Satu Sabuk Satu Jalan" dimana sabuk merujuk pada rute transportasi darat seperti kereta api/mobil dan jalan merujuk pada rute transportasi laut. Dengan OBOR, Cina membangun infrastruktur di wilayah-wilayah yang kurang mampu namun strategis untuk memfasilitasi rute perdagangan dunia. 

Cakupan OBOR untuk rute darat serta laut / maritimenews.id
Cakupan OBOR untuk rute darat serta laut / maritimenews.id

Contohnya Sri Lanka dimana letak geografisnya tepat ditengah Samudera Hindia. Karena itu, Sri Lanka merupakan salah satu kunci untuk rute laut yang mengandalkan perjalanan melewati samudera terbesar ke-3 tersebut. Pada tahun 2017, Cina mengusulkan untuk membangun pelabuhan Hambantota di Sri Lanka. 

Intinya, Cina akan membiayakan konstruksi awal, Sri Lanka dapat pelabuhan baru yang diharapkan akan mendukung ekonominya, dan kelihatannya seperti simbiosis mutualisme. 

Tanpa disadari, atau mungkin diprediksikan oleh Cina, pemerintah Sri Lanka tidak bisa membiayai secara penuh. Alhasil hanya satu tahun kemudian, kedua negara tersebut menyetujui untuk memberikan bagian selatan pelabuhan Hambantota ke perusahaan Cina serta 292 juta dolar AS untuk menutupi sebagian investasi awal sebesar 1,12 miliar dolar AS yang diguyurkan.

Spekulasi wilayah OBOR untuk rute laut/ timesofindia.indiatimes.com
Spekulasi wilayah OBOR untuk rute laut/ timesofindia.indiatimes.com

Tentunya bukan Sri Lanka saja yang berpotensi mengalami krisis tersebut. Kirgistan, Maladewa, Laos, Pakistan, Venezuela, hanya merupakan sebagian dari daftar negara yang bisa menghadapi krisis hutang di masa depan.

Tapi tunggu dulu, kegagalan manajemen fiskal negara-negara diatas bukanlah salah Cina. Prinsip utama dari strategi OBOR adalah membangun dunia serta ekonominya bersamaan dengan kepentingan nasional. 

Jika negara-negara yang memegang kunci jalur perdagangan sukses, maka secara automatis ekonomi Cina juga menaik. Yang harusnya disalahkan adalah mengapa dengan berbagai contoh perangkap hutang di dunia, masih ada saja negara yang jatuh ke perangkap tersebut. Dengan manajemen fiskal yang baik, infrastruktur yang dibuat tersebut justru akan saling menguntungkan kedua pihak.

Dibandingkan dengan menginstalasi negara boneka, menteror rakyat negara lain, atau menghisap sumber daya alam, strategi seperti OBOR adalah yang harusnya negara superpower patut laksanakan.

Kembali ke Indonesia. Proyek kereta super cepat Jakarta-Bandung juga merupakan salah satu investasi yang Cina danai. Proyek 80 triliun Rupiah tersebut dibiayai sekitar 75% oleh Bank Pembangunan Cina dengan suku bunga pinjaman tetap dalam jangka waktu 40 tahun. Dengan investasi yang besar, perusahaan kereta api Cina akan memegang saham mayoritas dan hanya menyisihkan 30% untuk PT Wijaya Karya (WIKA).

Selain itu, Dewan Pengembangan dan Perdagangan Hong Kong mengatakan bahwa ada sekitar 87 proyek lain yang akan dilaksanakan di Indonesia. Tapi, sekitar 80% proyek tersebut masih dalam tahap perencanaan. 

Penulis sendiri merasa optimis terhadap proyek yang akan dilaksanakan di Indonesia, apalagi dengan pengawasan menteri keuangan yang diakui internasional dan bahkan menjabat sebagai direktur pelaksana Bank Dunia. Namun karena proyek-proyek ini jangka panjang, kita mungkin tidak akan pernah tahu hasil utama dari kolaborasi tersebut.

Daftar Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun