HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA
M. ALIF ARKAN AL FARISY
222121045
Universitas Islam Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstract:
This book presents an in-depth analysis of marriage in the context of Islamic law in Indonesia. By focusing on legal aspects, the author explores various aspects related to the marriage process, including requirements, procedures and legal implications. Through a comprehensive approach, this book also explores the dynamics of marriage in the social, cultural and religious context in Indonesia. This research discusses various different interpretations of Islamic law regarding marriage and how this is reflected in judicial practice in Indonesia. In addition, this book outlines the role of legal and religious institutions in regulating marriage as well as efforts to update and harmonize Islamic marriage law with the broader national legal framework. Using a multidisciplinary approach, this book combines legal, sociological and anthropological analysis to provide a better understanding of the complexities of marriage in Indonesia's diverse contexts. The author also highlights contemporary issues related to marriage, such as polygamy, women's rights, and tensions between customary law and national law. Thus, this book is a valuable resource for academics, legal practitioners and policy makers who are interested in understanding more deeply about marriage from the perspective of Islamic law in Indonesia.
Keywords : Islamic marriage, marriage requirements, Islamic marriage procedures
Introduction :
Buku tulisan Dr. H. Kumedi Ja'far, S. Ag., M. H. Yang berjudul " Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia" mendiskripsikan secara lengkap dan jelas mengenai hukum perkawinan yang di atur di dalam negara Indonesia mulai dari pengertian, rukun, syarat, siapa yang berhak menikahkan anak perempuan (wali), dan lain sebagianya. Dijelaskan dalam rukun nikah bahwa suatu pernikahan tidak sah jika tidak ada sesuatu yang menentukan sah atau tidaknya. Buku ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan melamar. Kata "melamar" berasal dari kata dasar "pinang", dan kata Arab "khitbah" adalah sinonim untuk melamar. Melamar atau melamar menurut bahasa berarti meminta seorang wanita untuk menjadi istrinya. Melamar menurut definisinya adalah "suatu kegiatan menuju terjadinya perjodohan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan" atau "seorang laki-laki yang meminta seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-cara yang berlaku umum dalam masyarakat". Kedua ungkapan ini mengacu pada tindakan melamar. Proposal adalah pengantar pernikahan, dan wajib dilakukan perkenalan (ta'aruf) sebelum penyatuan suami dan istri. Hal ini dilakukan agar waktu melangsungkan perkawinan didasarkan pada penelitian, pengetahuan, dan kesadaran kedua belah pihak.
Dalam Kompilasi Hukum Islam yang tercatat di buku ini menegaskan bahwa pengertian lamaran yang terdapat dalam Pasal 1 Bab 1 Huruf A adalah "upaya yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan terhadap terjadinya perjodohan antara laki-laki dan perempuan dengan cara yang baik" (ma'ruf). Jadi, masyarakat yang ingin mencari jodoh atau jodoh bisa meminang secara langsung atau melalui perantara terpercaya atau walinya. Dalam Pasal 12 ayat (2), (3), dan (4) disebutkan bahwa meminang perempuan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut adalah melawan hukum : Ayat Kedua: Haram dan melawan hukum melamar seorang wanita yang telah diceraikan suaminya, padahal mereka masih dalam masa iddah raj'iah. Kalimat ketiga: Haram juga meminang seorang wanita yang dilamar oleh laki-laki lain, selama perempuan itu tidak menolak lamaran laki-laki itu Ayat (4): Lamaran laki-laki ditolak karena hubungan telah berakhir atau karena laki-laki diam-diam menjauhkan diri dari atau meninggalkan perempuan yang hendak dinikahinya.
Menurut Pasal 12 ayat (2), (3), dan (4) KHI KHI, perempuan yang boleh dilamar dalam Al-Qur'an adalah sebagai berikut: Wanita yang dilamar bukan istri orang lain,wanita yang dipinang belum didekati oleh pria lain. Wanita yang dilamar tidak harus melalui masa raj'i iddah, artinya mantan suami masih berhak bergaul dengan wanita tersebut. Hanya sindiran yang dapat digunakan untuk melamar seorang wanita yang sedang dalam masa iddah ketika dia meninggal. Wanita yang berpisah dari suaminya pada masa bain sughra iddah. Setelah menikah dengan laki-laki lain (ba'da dukhul) dan bercerai, wanita pada masa bain kubra iddah dapat dilamar oleh mantan suaminya. sedangkan mantan suami yang bersangkutan juga menikah dengan wanita yang berbeda. Yang paling penting saat melakukan peminangan: