Mohon tunggu...
Arkan Alfarisy
Arkan Alfarisy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Banyak orang yang mengira bahwa hidup di dunia akan selamanya abadi namun siapa sangka takdir berkata lain dalam surat Al' la ayat 17., baca sendiri....

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata | Pentingnya Pencatatan Perkawinan, Analisis Sejarah, Filosofis, dan Dampaknya

21 Februari 2024   20:10 Diperbarui: 21 Februari 2024   20:14 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1) ARKAN ALFARISY (222121045)

2) MARLINDA SULISTIYANI( 222121049)

3) INDRA RASYA KURNIAWAN (222121046)

1. BERIKAN ANALISIS SEJARAH PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA!

SEJARAH HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN SEBELUM LAHIRNYA UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

Sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tahun 1974 penduduk Indonesia tunduk pada berbagai peraturan perkawinan yang diwarisi dari pemerintah kolonial. Dengan cara yang biasanya bersifat pragmatis, Pemerintah kolonial tidak pernah berusaha untuk membawa semua warga negara di bawah satu undang-undang, melainkan hanya ikut campur dalam perihal keluarga jika dibutuhkan oleh tekanan eksternal, misalkan Gereja di Belanda ingin peraturan khusus untuk seluruh umat Kristen mereka di Hindia Belanda.

Penjelasan umum pluralisme hukum perkawinan terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Nomor 2 . Hukum Perkawinan tersebut disimpulkan bahwa terdapat empat sistem hukum perkawinan, yaitu: (1) hukum perkawinan adat, (2) huku m perkawinan Islam, (3) KUHPerdata (BIV), dan (4) Huwelijks Ordonnantie Christen- Indonesiers (HOCI). Oleh karena itu, pembahasan berikut akan terfokus pada empat sistem hukum tersebut.

SEJARAH HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

Pada tanggal 2 Januari 1974 diundangkan sebagai Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini merupakan RUU tentang perkawinan yang diajukan oleh pemerintah pada 22 Desember 1973, selanjutnya diteruskan dalam Sidang Paripurna DPR-RI. Pelaksananya diundangkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

Lahirnya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dilatar belakangi dengan ide unifikasi hukum dan pembaharuan hukum. Ide unifikasi hukum merupakan upaya memberlakukan satu ketentuan hukum yang bersifat nasional dan berlaku untuk semua warga Negara. 

Ketentuan pencatatan perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat dalam Pasal 1 ayat (2), yaitu: "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Sedangkan ketentuan instansi pelaksana pencatatan perkawinan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Alat bukti dari adanya peristiwa perkawinan yang sah adalah Akta Perkawinan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11. 

Ketentuan pencatatan perkawinan dalam KHI adalah : 

1. Tujuan pencatatan perkawinan, sebagai jaminan ketertiban perkawinan, sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1).

2. Akibat hukum perkawinan yang tidak dalam pengawasan PPN adalah tidak mempunyai kekuatan hukum, sebagaimana dalam Pasal 6.

3. Keberadaan akta nikah adalah sebagai bukti telah terjadi perkawinan, dan jika tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah maka dilakukan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama, sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) dan .

4). Dengan menandatangani akta perkawinan, maka perkawinan itu dicatatkan secara resmi.Tujuan pencatatan perkawinan, juga untuk menjamin tertibnya perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), yaitu: "Pasal 6, yaitu: (1) Untuk memenuhi ketentuan Pasal 5, semua perkawinan (2 ) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pencatat tidak mempunyai kekuatan hukum.Adanya akta nikah merupakan bukti perkawinan, dan apabila tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, maka perkawinan kelelawar dituntut oleh pengadilan agama sesuai dengan pasal 7 pasal 1 dan 2 yaitu. H.: (1) Perkawinan hanya dapat dicatat dengan surat nikah yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil. (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dicatatkan dengan akta nikah, akta nikah dapat diajukan ke pengadilan agama.

2.MENGAPA PENCATATAN PERKAWINAN DI PERLUKAN?

Pencatatan pernikahan sangat diperlukan karena bertujuan untuk menjadi alat bukti bahwa perkawinan telah dilangsungkan secara sah menurut agama dan negara. Peraturan pecatatan perkawinan telah diatur juga dalam UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 yang isinya "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Oleh sebab itu, pencatatan pernikahan termasuk salah satu prinsip-prinsip dalam perkawinan. 

Pencatatan perkawinan sangat penting dilakukan agar hubungan perkawinan bisa tetap terjaga dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Di dalam kompilasi hukum islam (KHI) juga mengatur mengenai pencatatn perkawinan tercantum di dalam pasal 5 ayat 1 "agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat", dilanjutkan ayat (2): "Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954".

3. Berikan analisis makna tentang filosofis, sosiologis,religious,yuridis dalam makna pencatatan perkawinan..!

Filosofis

Adanya pencatatan pernikahan akan terjamin nya perlindungan terhadap status hukum suami, istri maupun anak dan perlindungan Hak hak tertentu yang timbul dari pernikahan seperti hak waris , hak akte kelahiran dan lain lain, sehingga dengan pencatatan pernikahan keluarga tersebut juga akan terjamin dari segi apapun agar terciptanya keluarga bahagia damai secara lahir maupun batin

Sosiologis

Disini pihak yang melakukan perkawinan nikah siri sering kali dianggap perzinahan tanpa perikatan pernikahan, sehingga berdampak pada istri yang sulit bersosialisasi dimasyarakat, begitu halnya seperti anak yang lahir pada perkawinan yang tidak dicatat maka dianggap tidak sah secara yuridis, tetapi secara agama dianggap sah maka pentingnya pencatatan perkawinan agar tercipta nya kemaslahatan dalam masyarakat dan keluarga.

Religious

Perkawinan yang tidak tercatat ini menimbulkan problema hukum yang barangkali tidak terpikirkan oleh orang-orang islam pada waktu menikahkan anak perempuan yang di lakukan di bawah tangan, aspek religious islam mungkin sah namun secara yuridis tidak sah.

Yuridis

Secara yuridis fungsi pencatatan perkawinan ini merupakan syarat perkawinan agar mendapatkan perlindungan dan pengakuan hukum dari negara ,seperti didasarkan UU 1/1974 pencatatan perkawinan merupakan syarat formal yang harus dilaksankan agar suatu perkawinan diakui keabsahan nya sebagai perbuatan hukum yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara

Pendapat Mengenai Pencatatan Perkawinan Dan Dampaknya.Pencatatan perkawinan adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat, untuk mendapatkan kepastian hukum atas perkawinan dan kelahiran anak-anaknya walaupun tidak berkaitan dengan syarat sah suatu perkawinan,  karena perkawinan yang sah bukan hanya menurut ketentuan agama saja, tetapi juga harus sah menurut hukum dan buku nikah juga dapat membuktikan keturunan sah dari perkawinan tersebut.

4.BAGAIMANA MENURUT PENDAPAT KELOMPOK ANDA TENTANG  PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA DAN BAGAIMANA DAMPAK YANG TERJADI JIKA PERKAWINAN TIDAK DICATATKAN SOSIOLOGIS, RELIGIOUS,DAN YURIDIS?

Pasal 2 UU Perkawinan menyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya serta dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, suatu perkawinan secara kumulatif dinyatakan sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya serta juga dicatatkan menurut hukum agamanya masing-masi.ng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun