Hari masih terlihat terik, mentari pun masih sumingrah untuk menebarkan cahayanya. Tanggal satu bulan mei tahun 2016, sebuah peristiwa sedang dinantikan oleh belasan ribu orang di Kota kecil di bagian selatan Pulau Jawa, Yogyakarta. Sebuah gelaran 'buka puasa' yang ditahan sekitar satu tahun, ya sebuah pertandingan sepakbola lokal yang mempertandingan klub kebanggaan, PSIM. Klub berjuluk Laskar Mataram yang penuh dengan sejuta history dan tradisi.
Sempat memulai persiapan turnamen besutan GTS dengan yakin bermodalkan skuad musim lalu. Perlahan namun pasti, cobaan datang beriringan. Mulai dengan tahap renovasi Mandala Krida yang harus dilanjutkan dan secara otomatis tidak bisa digunakan bertanding, PSIM pun kelabakan hanya ada dua opsi yakni Sultan Agung, Bantul atau Gelora Handayani di Gunung Kidul. Tak berhenti sampai disitu, Seto si pelatih muda potensial yang dengan tangan dinginnya berhasil menyulap pemain muda PSIM menjadi skuad yang tangguh harus angkat kaki dan lebih memilih menyeberang ke klub tetangga, PSS Sleman.Â
Dampaknya pun cukup besar, eksodus berlangsung sangat masif. Selain ditinggal Topas Pamungkas yang sedang bermain di Electric Futsal PLN, Andri Wirawan yang tetap memilih bertahan dengan pekerjaannya saat ini dan Tony Yuliandri yang lebih memilih mencoba peruntungan di Timor Leste. PSIM harus rela kehilangan 'tulang punggung ' tim yang lainnya.
Setelah bek kawakan, Eko Pujiyanto yang memilih mengabdi di klub sebrang bersama Coach Seto. 3 pemain lain pun mengikuti jejaknya, yakni Agung Andri, Tulus Septiyanto dan Oya Winaldo dengan alasan yang sama. Lebih pahitnya lagi, beberapa hari menjelang turnamen di mulai. Sang jenderal lapangan tengah, Eko Budi Santoso juga memilih untuk tidak membela PSIM karena alasan keluarga. Akhirnya pun, PSIM nampak compang-camping dengan hampir di tinggal separuh pemain yang diproyeksikan menjadi skuad utama dan membimbing skuad muda yang dimiliki PSIM.
Namun, apalah daya PSIM tetaplah PSIM, klub dengan doktrin tradisi mataram yang kuat dan DNA pantang menyerah para leluhur, membuat klub ini tetap berdiri tegak. Persiapan mepet dan serba apa adanya tak membuat klub ini lengah mengarungi turnamen. Dengan semangat juang mataram dan dukungan suporter yang deras tak ujung berhenti, PSIM pun dapat mengarungi turnamen ISC B.
Seiring dengan masalah yang datang, solusi pun juga datang dengan begitu derasnya. Permasalahan Homebase yang dikhawatirkan sejak awal, akhirnya selesai setelah 'Wong Bantul' memberi lampu hijau untuk meminjamkan stadionnya, Stadion Sultan Agung untuk menjadi kandang PSIM sementara waktu. Lalu masalah pelatih? Tenang saja kehilangan Seto memang terlihat sebagai pukulan telak.Â
Namun, melihat keputusan sang Ketua Umum sekaligus Manager PSIM, Pak Agung Damar K untuk mempertahankan Trio Erwan, Bagyo dan Didik Wisnu menjadi langkah solustif bagi Laskar Mataram. Selain sudah lama menukangi PSIM, Trio Coach tersebut juga patut diakui dapat mengelola tim bermaterikan pemain muda dengan baik. Dari sisi pemain? PSIM bukan klub yang suka tebar uang banyak hanya untuk mendapatkan pemain jadi. Namun, lebih tertarik dengan skuad muda lokal, terlebih setelah pemerintah mencabut APBD dari sepakbola. Hampir mayoritas pemain PSIM adalah jebolan Pemain Pra-PON DIY 2016.
Posisi Penjaga Gawang, Tito Rama menjadi tumpuan PSIM setelah kehilangan Agung Andri. Keberadaanya di bawah mistar pun masih punya back-up sang legenda, Ony Kurniawan. Di posisi bek, setelah di tinggal duo gerbong Andri Wirawan dan Eko Pujiyanto. Coach Erwan memiliki stok, Sunny Hizbullah dan Edo Pratama. untuk bek sayap, Coach Erwan agak tenang karena ada Riskal Susanto yang dinilai dapat mengisi lubang yang ditinggal sang kapten, Topas Pamungkas. Sedangkan, Said Mardjan tak kalah mempesona dibandingkan Tulus Septyanto. Untuk posisi double pivot, Dimas Priambodo dan Pratama Gilang menjadi idola baru, setelah Eko 'Kancil' Budi Santoso pergi. Belum lagi masih ada siosok Juni Riyadi. D posisi sayap masih ada sosok Johan Arga dan Rangga Muslim dan juga sekali-kali mencoba Rifki. Posisi Gelandang Serang masih ada Hendika Arga mengingatkan pada sosok Andri Kurniawan dan di posisi pucuk ada seorang Krisna Adi yang cukup gagah.
Dengan formasi andalan, 4-2-3-1, PSIM menjelma menjadi skuad yang bukan sekadar kuda hitam pada turnamen kali ini. Meskipun di laga awal ditahan imbang, Persibat Batang dengan skor kacamata. Permainan PSIM mulai menampakan keindahannya dengan skuad muda. Skor tersebut juga melanjutkan tradisi PSIM yang sejak beberapa tahun lalu, selalu kurang memuaskan di pertandingan awal, namun jangan tanya pertandingan berikutnya. Lakon menang keri dab!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H