Mohon tunggu...
Kuntoro Tayubi
Kuntoro Tayubi Mohon Tunggu... Journalist -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah ruh, dan menebar kebaikan adalah jiwaku. Bagiku kehidupan ini berproses, karena tidak ada kesempurnaan kecuali Sang Pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suatu Hari di Kampung TKI (Nelayan) Suradadi Tegal

10 April 2018   11:57 Diperbarui: 10 April 2018   12:20 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana di Pendapa Kantor Desa Sidaharja, Kecamatan  Suradadi, Kabupaten Tegal tidak seperti biasanya. Kali ini, pendapa  tersebut dipenuhi oleh warga yang berprofesi sebagai pelaut. Pria yang  berbadan besar dan kekar serta berkulit hitam ini, tampak duduk rapi  dengan mengenakan pakaian seadanya. 

Sesekali, mereka menghempaskan nafas  seraya mengeluarkan asap rokoknya dari mulut dan hidungnya. Mata dan  telinganya, selalu mendengarkan pembicaraan yang disampaikan oleh  sejumlah narasumber. Yah, para pelaut ini memang sedang mengikuti  sosialisasi dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga  Kerja Indonesia (BP3TKI) Semarang dan Badan Nasional Penempatan dan  Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) terkait Peluang Kerja  Sebagai TKI dan Jaminan Perlindungan TKI. 

Hadir dalam acara itu, Anggota  Komisi IX DPR RI Dewi Aryani,  Anggota DPRD Kabupaten Tegal Hutri Agus Mardiko, perwakilan Dinas  Sosial Tenaga Kerja Kabupaten Tegal Widiantoro, Camat Suradadi Tri  Guntoro, dan Kepala Desa Sidaharja Sumaryo.

Menurut Sumaryo,  warga di desanya memang banyak yang berprofesi sebagai pelaut.  Mayoritas, mereka melaut ke negara tetangga. Misalnya, Taiwan, Korea,  dan di beberapa negara lainnya. Sejauh ini, Sumaryo mengaku belum pernah  ada sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah ihwal TKI perikanan.

"Kami  memang butuh sosialisasi tentang TKI di laut. Sebab, warga kami  mayoritas berprofesi sebagai pelaut," kata Mario, sapaan akrab kepala  desa ini.

Sementara, Dewi Aryani mengaku sengaja mengajak BP3TKI-BNP2TKI untuk melakukan sosialisasi di  desa tersebut. Alasannya, Desa Sidaharja merupakan lumbung TKI, baik TKI  yang bekerja di darat maupun di laut. Menurutnya, sebagian para TKI  asal Kecamatan Suradadi belum melalui prosedur pemberangkatan yang  sesuai aturan. Kondisi itu membuat para TKI kerap disakiti dan  dibohongi.

"Ada 40 ribu TKI asal Tegal yang ilegal, dan itu yang  ketahuan. Yang tidak ketahuan lebih banyak," kata DeAr, sapaan akrab  anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Mengingat hal itu,  DeAr meminta kepada masyarakat agar patuh terhadap aturan. Artinya,  jika hendak bekerja ke luar negeri supaya melalui jalur yang benar. Dia  tidak ingin TKI asal Tegal bermasalah karena tidak dilengkapi dokumen  yang sah atau menjadi TKI ilegal. Jika terjadi permasalahan hukum atau  deportasi akan sulit proses pengawasannya. Namun sebaliknya, jika  melalui mekanisme dan pelatihan oleh BNP2TKI, tentu bisa menjadi TKI  yang lebih bermartabat dan memiliki kompetensi di negara tempatnya  bekerja.

"Harus melengkapi dokumen sebelum berangkat kerja ke luar negeri," pesannya.

Kepala  BNP3TKI Semarang Suparjo mengungkapkan, jumlah TKI asal Kabupaten Tegal  yang resmi mengalami penurunan. Di tahun 2012, jumlah TKI asal  Kabupaten Tegal sebanyak 8.923 orang, tahun 2013 menjadi 6.998 orang.  Kemudian pada tahun 2014, kian menurun menjadi 5.576 orang. Begitu pula  pada tahun 2015, jumlah TKI dari Kabupaten Tegal juga turun menjadi  1.954 orang, dan tahun 2016 hanya 1.188 orang. Sedangkan di tahun 2017,  baru tercatat 641 orang.

"Peluang untuk menjadi TKI sangat  tinggi, tapi kami sarankan untuk tetap di dalam negeri dengan membuka  lapangan kerja sendiri," ujarnya.

Suparjo menghimbau jika warga  Tegal ingin menjadi TKI dipastikan untuk berangkat secara prosedural.  Calon TKI harus bisa memastikan perusahaan yang membawanya resmi,  sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bisa  bertanggungjawab.

"TKI juga harus meninggalkan dokumen saat akan  berangkat, sehingga bisa melacak keberadaannya saat terjadi masalah,"  pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun