Bupati Brebes Hj Idza Priyanti SE MH menyampaikan perspektif tentang Kampung Adat Jalawastu pada rapat penyusunan Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA). Perspektif Bupati disampaikan dihadapan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dr Nata Irawan dan perwakilan kementerian terkait lainnya, di Hotel Aston Jakarta, Jumat (6/4) lalu.
"Saya diundang Kementerian, karena Kemendagri butuh masukan tentang komunitas masyarakat adat yang ada di Brebes yaitu Kampung Jalawastu," kata Idza usai mengikuti rapat.
Idza memaparkan secara gamblang bagaimana kondisi masyarakat Kampung Jalawastu yang terletak di Desa Ciseureuh Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Bupati menyampaikan peran Pemkab Brebes dalam merawat keberadaan Kampung Jalawastu yang tumbuh sejak ratusan tahun silam. Termasuk nguri-nguri dan menfasilitasi penyelenggaraan upacara adat ngasa setiap Selasa Kliwon tiap tahunnya. Pemerintah Brebes juga mendorong agar perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat meningkat.
"Campur tangan Pemkab, tidak mengubah adat istiadat yang telah berlangsung ratusan tahun tapi memberdayakan masyarakat desa Ciseureuh dimana Kampung Jalawastu berada," kata Idza.
Kampung adat Jalawastu, antara lain rumahnya tidak kenal semen dan keramik, juga beratap seng. Kampung Jalawastu merupakan pedukuhan kecil yang masih memegang adat kuat berjarak sekitar 55 kilometer dari kota Brebes.
"Awalnya sulit dijangkau, namun Alhamdulillah kami peduli dan tanggap dengan kondisi masyarakat tersebut akhirnya sekarang bisa diakses dengan mudah," ungkap Idza.
Kampung Jalawastu masuk dalam program Pemkab dan kegiatannya dialokasikan anggaran sesuai ketentuan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes. Kampung Jalawasatu masuk dalam Perda Bupati No10 tahu 2015 tentang Cagar Budaya yang harus dilestarikan.
Desa Ciseureuh juga telah membuat Peraturan Desa nomor 1 tahun 2016 tentang Penetapan Desa Adat Jalawastu dan akan diusulkan menjadi kampung budaya kepada Pemerintah Pusat.
Pemangku Adat Jalawastu Dastam menambahkan, meskipun adat istiadat Jalawastu sudah berlangsung ratusan tahun, tetapi pengakuan pemerintah Kabupaaten Brebes baru pada 2013. Secara regulasi, juga sudah terpenuhi. Hukum adat dan regulasi pemerintah berjalan harmonis.
"Kami tidak menuntut lahan yang luas tapi agar ada pengakuan sesuai kemampuan kami mengolah. Masalah kami yang paling pelik adalah masalah tanah adat," ungkap Dastam.
Turut menyampaikan permasalahan, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw yang mengungkap tentang kondisi penguatan masyarakat adat. Dia menegaskan, otonomi khusus di Papua pada dasarnya pengakuan adat istiadat. Di Papua, adat yang nengatur sistem hidup dalam keteraturan, sanksi dan norma yang berlaku.
Adat di pesisir utara Papua sistem kelembagaannya dan wilayah Hukum adatnya berjalan turun temurun di wilayah kampung, berlaku lokal.
Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Dr Nata Irawan, menjelaskan, maksud rapat tersebut untuk mencari masukan dari berbagai pihak termasuk dari kampung adat sebagai pelaku. Status dan kedudukan kampung adat, perlu diatur lebih mendetail apa tidak dalam sebuah undang-undang lagi. Meskipun sudah ada pengaturan Permendagri nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Tentang Masyarakat Adat juga sudah ada 16 peraturan lagi yang menjadi pedoman. Pandangan dari berbagai pihak, nantinya dimasukan dalam DIM RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang akan diajukan kepada Presiden pada 10 April 2018 ini.
 Turut terlibat dalam RUU DIM MHA antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal, Kementerian PUPeRA, Kementerian ESDM, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pertanian, Kementerian ATR, Badan Informasi Geospasial, dan Kementerian Sekretariat Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H