Mohon tunggu...
Arjuna Bingung
Arjuna Bingung Mohon Tunggu... -

...Bukan sekedar "BENER", tapi harus "PENER"...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dimanakah Sebenarnya Letak Bahagia Itu?

22 September 2014   18:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:56 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bahagia, sebuah kata yang sangat sederhana, tetapi pasti sangat berarti dan menjadi tujuan bagi semua manusia. Mengapa begitu susahnya kita mendapatkan bahagia, bahkan setelah semua yang kita punya, sampai ada yang harus berpura-pura bahagia dengan menipu diri sendiri tentunya. Lantas dimanakah kita bisatemukan bahagia ? Kemanakah kita harus mencarinya ?

Saya jadi teringat pernah membaca sebuah kisah cerita tentang hakikat kebahagiaan , tapi saya lupa dari mana sumbernya, saya hanya ingat intisari dan pokok cerita itu.

Dikisahkan hiduplah seorang anak kecil dari keluarga tidak berada yang hidup di pelosok desa, ayahnya yang hanya seorang buruh tani dan ibunya yang berjualan di pasar tentu tak bisa menyuguhkan berbagai kehidupan mewah layaknya orang berpunya. Tapi si anak tersebut mempunyai kemauan dan keinginan yang sangat kuat dan teguh untuk paling tidak sama dengan teman-teman sekolahnya yang berkelebihan.

Saat masih SD, dimana umumnya anak-anak didesa itu pergi ke sekolah hanya memakai sandal dan hanya beberapa anak saja dari keluarga kaya yang bisa memakai sepatu, dia ingin sekali bisa membeli sepatu dan pergi ke sekolah dengan bersepatu. Tapi untuk meminta pada orang tuanya jelas tidak mungkin, akhirnya dengan seijin orang tuanya dia dijinkan untuk membantu pekerjaan rumah pada salah satu keluarga kaya di desanya, tentunya dengan pekerjaan ringan yang mungkin dilakukan oleh bocah seusianya dan dengan upah seadanya. Sampai akhirnya menjelang kelulusan dia berhasil mengumpulkan uang untuk membeli sepatu yang sangat diidam-idamkannya dari dulu.

Saat masuk SMP, si anak tersebut sudah bisa bersekolah dengan memakai sepatu, tetapi apa daya, jaman sudah berubah waktu sudah berganti, memakai sepatupun pada waktu itu sudah menjadi hal yang umum, yang hebat adalah anak dari keluarga berpunya yang bersekolah dengan naik sepeda, sehingga bekerja keraslah dia untuk bekerja sambilan dan menabung demi untuk bisa membeli sepeda, dengan usianya yang semakin besar jenis pekerjaan yang bisa dikerjakannya bisa lebih beragam, dia pun masih ingat pesan bapaknya untuk jangan sampai melupakan pelajaran sekolah, dan itupun dipenuhinya dengan selalu mendapatkan ranking disekolahnya. Sampai pada akhirnya menjelang kelulusan, diapun berhasil membeli sepeda kesayangannya.

Saat masuk SMA, si anak tersebut lagi-lagi harus menemui kenyataan yang pahit, bahwa hampir semua teman sekolahnya pergi ke sekolah sudah dengan naik sepeda, sama seperti dirinya, dia merasa lagi-lagi tertinggal oleh waktu dan jaman, yang hebat saat itu adalah anak yang pergi ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Demi keinginannya yang begitu kuat dia bekerja semakin keras untuk bisa membeli motor impian. Pun begitu ia tetap menjaga pesan bapaknya dengan selalu mendapat ranking sekolah, karena dia memang anak yang sangat pandai, dan berkemauan sangat keras serta baik perangai dan budinya. Dan karena kebaikan perangainya itu pula tidak susah bagi dia untuk mencari pekerjaan sambilan karena banyak orang yang sangat suka kepadanya. Singkat kata menjelang kelulusan juga, si anak tersebut berhasil membeli motor barunya, sekaligus karena kepandaiannya dia mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di sebuah universitas ternama di kota.

Saat masuk Kuliah, seperti yang bisa diduga, kembali dia merasakan kekecewaan yang sama, karena hampir semua teman kuliahnya pergi ke kampus dengan mengendarai sepeda motor, hanya mereka dari keluarga berada yang pergi ke kampus dengan mengendarai mobil. Kalutlah si anak yang telah tumbuh remaja dan beranjak dewasa itu, dia merasa sama sekali tidak bahagia denga semua yang telah dicapainya. Untuk membeli sebuah mobil tentu sama sekali bukan hal sederhana, apalagi dia kini hidup di kota jauh dari orang tua dan harus membiayai hidupnya sendiri.

Begitulah kontrasnya antara apa yang mungkin dilihat oleh orang lain bahwa dia adalah seorang anak yang sangat hebat, pandai, santun dan berhasil di semua jenjangpendidikan, yang sering dijadikan contoh cerita oleh para orang tua didesanya supaya anak-anak mereka bisa menirunya, karena ketekunannya dalam bekerja dan sekaligus belajar,ternyata sama sekali tidak merasakan kebahagiaan yang pada anggapan semua orang sudah pasti didapatkannya.

Begitulah letak kebahagiaan yang sebenarnya sangatlah dekat dengan diri kita tapi seringkali kita mengejar dan mencari sampai ke ujung dunia. Hingga melupakan bahwa bahagia itu terletak pada hati kita, bahwa bahagia itu ada pada rasa syukur kita terhadap apa yang sudah kita punya,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun