Ramadhan seperti ini, seringkali membawaku pada lamunan yang tak berjudul, kukatakan seperti itu karna lamunan itu belum tersalurkan.
Seperti hari ini...
Walau setiap ramadhan peristiwa tiga puluhan tahun yang lalu selalu menyapaku, tapi entah mengapa hari ini peristiwa itu begitu mengharu biru, perjalanan saum hari ke 5 ku di 1432 hijriah ini.
Betapa hati ini rindu luar biasa pada kampung halamanku baleatu,kampung kecil di kota dingin yang juga kecil...saat itu.
Dari sudut sebuah jalan kecil agak sempit, aku selalu berjalan menuju meunasah baleatu,membawa sebuah termos kecil berisi teh manis panas, untuk berbuka bapakku dan orang -orang yang kebetulan mampir untuk berbuka puasa dan sholat di meunasah itu.
pekerjaan manis itu menjadi rutinitas soreku sepanjang ramadhan,sambil membawa air minum itu, tak lupa oleh mamakku aku dititipi sajadah untuk dibentangkan di meunasah,agar pada saat mamakku datang untuk sholat taraweh tempatnya telah tersedia.
Aku selalu mencarikan tempat istimewa untuknya, di saf kedua paling pinggir dekat dinding. tempat ini terpilih karena agar sewaktu waktu mamakku merasa letih atau pusing ia bisa duduk dan bersandar, karena mamakku punya penyakit darah tinggi....
Hingga hari ke 29 itulah selalu rutinitasku,aku tak lagi harus menolak dan harus mencari cari alasan untuk tak bertugas, karena sepertinya itu sudah menjadi satu kesatuan dengan keberadaan ku setiap ramadhan....dan aku bahagia.
Dalam perjalanan ke meunasah itu aku selalu bertemu dengan kawan kawanku, mereka ada yang bertugas sama seperti aku mengantar minum dan ta'jil untuk bapak mereka, juga kawan kawan yang hanya jalan jalan menghabiskan waktu sambil menunggu sirine tanda berbuka tiba.
Setelah saling menyapa kami berjalan bersama kemenasah,tidak ada raut kelitihan hanya kegembiraan, diperjalan kami bercerita tentang ta'jil apa yang ada dirumah untuk berbuka dan nanti kalau taraweh kita bawa makanan apa haha
Setelah tugas kami selesai, berlarian kami pulang kerumah masing-masing untuk berbuka bersama keluarga karena sebentar lagi sirine akan berbunyi pertanda waktu berbuka tiba.
Selesai berbuka dan sholat maghrib aku bersiap siap untuk ke meunasah mengikuti sholat taraweh.
Hehehehe ini satu lagi yang juga sangat aku rindu....aku dan kawan kawanku selalu membawa "bekal" dari rumah masing masing, karena memamg kami anak kampung tentulah "bekal" yang dibawa juga ala kampung, ada yang membawa jeruk, jambu, kue2 jajan pasar untuk kemudian dimakan bersama sama...biasanya kita mulai saling membuka bekal pada saat ustad naik mimbar dan memberikan tausyiah nah pada saat itu pula kita ber aksi hmmm...
Kami tidak mendengarkan lagi apa yang menjadi topik pembahasan ustad di depan, saat itu kami tidak mengerti yang kami tau saat itu kita bahagiaaa...sesekali walaupun suara kami telah diperkecil volumenya, masih juga terdengar bisik bisik jenaka dan tertawa kecil ala anak bau kencur...dan kami ditegur oleh orang orang tua yang sedang tekun mendengarkan tausiah.
Pada saat itu kami diam sejenak....setelah suasana agak kondusif kita mulai lagi dengan kegiatan tukar menukar "bekal" nikmat ala kampung tadi...
Ooh...Ramadhan karim...kau selalu membuatku rindu, rindu akan berbagai hal yang tak kan mungkin kutemui lagi.aku rindu akan malam 17 ramadhan, malam nuzulul quran..biasanya pengurus meunasah selalu membuat berbagai kegiatan untuk memperingati malam suci itu, bapakku adalah orang yang sering menjadi panitia malam nuzulul quran.
Selalu ada perlombaan pembacaan ayat ayat suci al quranul karim,lomba adzan, lomba baca puisi puisi islam dan aku adalah salah satu peserta lomba juga saudaraku...
Moment itu selalu menyenangkan,karena meunasah menjadi lebih meriah, karena bapak bapak dan ibu ibu yang tidak rutin datang ke meunasah, akan datang juga karena melihat anak2nya ikut lomba...
suasana menjadi agak tegang pada saat pengumuman pemenang dibacakan...deg deg an huuuu....tapi biasanya aku dapatlah salah satu hadiah yang disiapkan dan sudah jelas itu baca puisi horee...padahal seingatku hadiahnya itu tak terlalu istimewa bila dibawa ke masa kini, tapi kala itu bagi anak kampung sepertiku hadiah adalah HADI AH! luar biasa....
oh...indahnya baleatuku, indahnya masa kekampunganku.
Dan ramadhan ini pak...mak...setelah tiga puluhan tahun itu berlalu, tanpa ritual manis itu...aku tetap menjalankan ramadhan mubarrak ini dengan caraku sendiri.
Sesak rasanya dadaku membayangkan wajahmu mak...kini kau berada dialam lain. Robb tempatakanlah wanita mulia dan solehah ini ditempat yang terpuji...amalan luar biasamu menjadi prasasti dihidupku...
Mengalir air mataku melihat wajah bapakku,lelaki tulus ini kini masih terus menjalani hari hari ke meunasah walau tak di baleatu lagi, tetap kuat dengan bantuan tongkat,walaw agak kurus sedikit membungkuk dngan ke86 tahun usianya, semangat ukhuwahnya terus membara....masih terus berbuka di mesjid, walau kini sang pengantar teh manis itu bukan lagi aku, tapi adalah cucu....pak kami semua mencintaimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H