Mohon tunggu...
Arjal Kusuma
Arjal Kusuma Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru, Riwayatmu Kini...

25 Oktober 2016   15:10 Diperbarui: 25 Oktober 2016   15:27 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Engkau patriot pahlawan bangsa, insan cendikia...”, merupakan lirik lagu hymne guru yang saat ini masih dapat kita dengarkan saat upacara-upacara disekolah.

Guru, dulu dikenal dengan pahlawan tanpa tanda jasa, namun sangat keliru, guru merupakan pembentuk karakter sebuah generasi bangsa saat ini, lalu dan nanti. Tanpa figur pendidik, kita bukanlah apa-apa, sehingga gurupun kini merupakan pembentuk insan cendikia.

Di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Guru juga dianggap sebagai pahlawan pembangunan, karena di tangan mereka akan lahir pahlawan pembangunan yang kelak mengisi ruang-ruang publik di negeri ini, menjadi pilot, jenderal, polisi, serta presiden sekalipun. Guru yang ideal, tidak sekedar pintar, pandai, atau pakar di bidang ilmu yang dimiliki, melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai "agent of change".

Menjadi seorang guru merupakan sebuah tindakan mulia, karena tidak hanya sebagai pengajar, gurupun bertindak sebagai pendidik, serta pengasuh bagi semua muridnya, merekalah yang bertanggungjawab melahirkan generasi terbaik, akan tetapi apresiasi yang didapatkan mereka dinilai masih rendah mengingat betapa pentingnya dan berharganya figur seorang guru.

Beberapa kali muncul polemik di negeri ini terkait tuntutan para guru honorer untuk lekas menjadi guru PNS (Pegawai Negeri Sipil), seperti yang terjadi di Lamongan, guru melakukan demonstrasi menuntut tunjangan kesehatan yang mereka butuhkan hingga gaji yang layak, karena saat ini gaji mereka hanya Rp 200 ribu per bulan, padahal sudah bekerja belasan tahun.

Dulu, guru begitu dihormati. Orangtua dan anak sepakat apa yang dikatakan guru. Jika guru memberikan punismentkepada muridnya yang melakukan kesalahan, orangtua tidak marah. Mereka justru menganggap memberi punismentadalah salah satu bentuk pendidikan juga agar anak mengerti kesalahannya. Jiika siswa benar maka pantas diberi hadiah (reward) berupa nilai, pujian, ucapan selamat dan sebagainya, jika salah maka diberi hukuman (punishment) berupa teguran dan yang sifatnya tidak mencelakai, rewarddan punishment merupakan metode dalam pendidikan.

Namun sayang, perbuatan yang sangat tidak terpuji sering kali didapatkan oleh mereka, di tahun 2016 ini muncul masalah-masalah yang menimpa guru seperti perlakuan murid di SMA Yayasan Ilham, Makassar yang merokok dan mengangkat kaki keatas meja disamping gurunya, serta muncul video seorang murid SD yang membentak menggunakan bahasa yang kasar dan memarahi gurunya yang mencoba untuk menenangkan, membuat citra guru dianggap rendah. Ini merupakan tindakan tidak pantas yang harus didapatkan guru yang mendidiknya.

Oleh sebab itu, tugas yang diemban oleh seorang guru tidaklah ringan, karena guru yang baik tidak hanya memberitahu, menjelaskan atau mendemonstrasikan, tapi juga dapat menginspirasi.
 Seorang guru harus menjadi orang tua pengganti dan mampu memandang perubahan jauh ke depan, dengan demikian guru dapat merencanakan apa yang terbaik untuk anak didiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun