Mohon tunggu...
Arizal IbnuRianto
Arizal IbnuRianto Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Ekonomi Syariah

Mahasiswa beruntung di salah satu kampus kota hujan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Regulasi Halal Global

15 Maret 2021   16:57 Diperbarui: 15 Maret 2021   17:20 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. The Islamic Coordinating Council of Victoria (ICCV))

6. Australian Halal Authority & Advisers (AHAA).

Selain memberikan sertifikat halal, agensi juga memperjuangkan 'User Pays' yang adil, dan proses pelabelan yang transparan. Sedangkan di New Zealand sama seperti di Australia yang mana tidak ada badan pemerintah yang ditugaskan untuk sertifikasi halal. lembaga sertifikasi halal yang berwenang adalah lembaga yang dibentuk secara lokal, seperti Al Kaussar Halal Food Authority dan Asia Pasifik Layanan Halal - New Zealand Pty. 2011 Limited.

Dua pertiga jumlah daging sapi, ayam dan domba di Australia berasal dari pemasok dengan sertifikasi halal. Sebagian besar produk susu dan makanan lainnya juga telah disertifikasi menurut standar syariah, meski tidak diberi label. Organisasi Islam di Australia memperkirakan nilai pasar sertifikasi halal global bisa mencapai 2,3 triliun Dolar AS pada 2013 atau tumbuh 20% per tahun. Sedangkan Selandia Baru dikenal sebagai salah satu pengekspor halal terbesar dan produsen di dunia. 

Produk halal Selandia Baru saat ini bukan hanya daging sapi dan domba halal saja. Tapi sudah memproduksi keju halal, susu halal, dan madu halal. Komunitas Muslim Australia hampir 99% akan membeli barang atau daging dengan label halal, tetapi karena Umat Islam di Australia kebanyakan adalah para pendatang yang datang ke Australia dengan pemahamannya masing-masing negara asalnya, maka menatukan pandangan fiqh agak sulit karena adanya perbedaan madzhab, sebab Misalnya perbedaan pandangan tentang materi yang diharamkan, khamar haram itu yang berasal dari anggur saja. Sedangkan yang lain tidak semuanya khamr tapi semua minuman memabukkan. Hambatan lain muncul dari kelompok pecinta hewan seperti The Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) yang melarang menyembelih hewan saat hewan masih dalam keadaan sadar.

Regulasi Sertifikasi Halal Dalam Paradigma Barat tergambar pada Peraturan Hukum Terkait Sertifikasi Halal di Malaysia dan Indonesia. Pengaturan makanan halal di Malaysia didasarkan pada Pasal 11 Konstitusi Federal Malaysia. meskipun konstitusi mereka mengatakan seperti itu tetapi agama lain dapat mempraktikkan secara bebas di seluruh wilayah federal berdasarkan semangat perdamaian dan harmoni. Standar halal yang dianut oleh Pemerintah Malaysia mengacu pada hukum Islam dengan mazhab shafie atau hukum Islam di salah satu Madzhab lainnya, yaitu Maliki, Hanbali dan Hanafi, yang mana disetujui oleh Yang Dipertuan Agung untuk diberlakukan di wilayah federal atau penguasa Negara Bagian mana pun yang akan berlaku di negara bagian itu, atau fatwa yang disetujui oleh Otoritas Islam.

Sedangkan di Indonesia, sejak 2014 Indonesia telah memiliki UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), Pasal 4 JPH menyatakan bahwa semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia harus bersertifikat halal,  yang artinya semua produk wajib memperoleh sertifikasi halal sebagai suatu kebutuhan yang harus ada dilakukan oleh pengusaha baik itu pelaku usaha perseorangan atau badan usaha yang berbadan hokum berbadan hukum atau bukan badan hukum, sehingga semua pelaku usaha besar, menengah, kecil atau bahkan pelaku usaha mikro diwajibkan untuk mendapatkan sertifikat halal.

Informasi halal suatu produk pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar Muslim. Namun, kewajiban semua produk bersertifikat halal dianggap sebagian melanggar asas ketatanegaraan karena keistimewaan satu agama, sedangkan di agama lain ada larangan mengkonsumsi makanan, Negara tidak memperhatikan agama lain sedangkan Indonesia mengakui beberapa agama lain selain Islam maka yang diatur adalah mayoritas pemeluk agama mayoritas, oleh karena itu undang-undang no. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dinilai melanggar Pasal 27 UUD 1945 yaitu hak pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum atas keadilan dan perlakuan yang sama di hadapan hokum.

Dari perbandingan di atas dapat dsimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan terkait pengaturan halal dengan paradigma barat dan paradigma timur sebagai berikut:

1) Umumnya negara yang dianggap termasuk dalam paradigma barat adalah negara beragama Islam populasi minoritas dan negara sekuler, lembaga sertifikasi halal di negara tersebut dianggap sebagai bagian peningkatan ekspor produk, meskipun sudah ada lembaga sertifikasi tetapi tidak ada komisi fatwa karena itu minimal jumlah umat Islam Di sana, lembaga tersebut merupakan lembaga swasta dan tidak hanya bergerak di bidang sertifikasi tetapi juga di bidang dakwah Islam, kerjasama dengan lembaga sertifikasi serupa di negara lain dianggap sangat penting sebagai bagian dari peningkatan ekspor ke negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam

2) Malaysia dan Indonesia masuk dalam paradigma timur, kedua negara ini paling besar Penduduk muslim, sehingga persoalan produk halal menjadi salah satu hal yang diatur oleh negara meski tidak negara Islam sebagai penjabaran dari pelaksanaan konstitusi negara, peraturan perundang-undangan, lembaga sertifikasi, komisi fatwa, pedoman pelaksanaan sertifikasi menjadi sarana untuk keberlangsungan halal ini jaminan produk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun