Mohon tunggu...
A J K
A J K Mohon Tunggu... ada saja di rumah, gak kemana-mana koq... -

mantan calon penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Di Titik Nol Netral Derajat Bumi

25 Januari 2012   03:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:29 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dan, kau lihat lelaki tua itu? Beliau adalahnya Kanjeng Sunan Kalijaga. Salah satu penghulu kekasih Tuhan di tanah Jawa" Di depan kami, berdiri seorang tua, beliau yang disebut sebagai Kanjeng Sunan Kalijaga; tengah mencangkul tanah, yang kemudian keluarlah bongkahan emas dari dalamnya. "Dan daripada sebuah titik keimanan, tanah yang kotor adalah mulia dari dasarnya. Oleh sebab daripadanya, tanah ditahtakan sebagai geganti daripadanya air untuk bersucikan diri sebelum menghadap Yang Kuasa, Gusti Allah"

Setelahnya? Tanpa berucap lagi, Abdul Khodir berdiri. Kenakan kopiah hitamnya yang selusuh warna jas abunya. Kemudian berlalu bersama penikmat shalat lain masuki surau. Azan Isya telah berkumandang. Aroma seribu bunga, menebar luas selepasnya. Masih dalam kondisi antara sadar dan tidak, saya pun mengikuti langkah punggungnya Abdul Khodir yang agak bungkuk.

Abdul Khodir benar. Manusia memang dicipta dari tanah. Disimbolikkan oleh Tuhan melalui jasadnya Adam sang manusia pertama. Namun tak semata Tuhan berbuat demikian jika tak punya maknanya bukan? Kenapa Adam tak tercipta dari api seperti halnya Iblis. Atau dari cahaya seperti halnya malaikat.

"Sungguh manusia akan melakukan kekotoran di muka bumi" protes malaikat. Malaikat berkata seperti itu, seperti telah mengetahui sebelumnya, jika manusia adalah mahluk perusak bumi. Memang, dalam sebuah kisah diceritakan, jika sebelum Adam yang kita kenal, Tuhan telah menciptakan 10 ribu Adam yang masing-masing diberikan umur selama 10 ribu tahun. Namun saya belum tahu, apakah ada yang mengkisahkan jika Adam-adam tersebut adalah mahluk pengrusak bumi.

Selepas Isya; Abdul Khodir mengajak saya berjalan menapaki malam. Gurat sabit di atap langit, terangnya mengabur lanskapi berbagai kaum yang melata di atas bumi Indonesia. Gerimis turun, basahi kaum gelandangan yang berjalan di atas trotoar dengan perut kelaparan. Rusuk kurusnya tertusuk-tusuk nasib yang terlukai oleh kaum berduit yang berjalan membawa perut kekenyangan. Kami pun terduduk di antara mereka.

"Tidaklah Gusti Allah mencipta segala dengan sia-sia" lirih Abdul Khodir menatap mereka. Saya mengangguk diiring senyumnya yang sedalam getaran lafaz asma Tuhan di sudut bibirnya yang kering.

"Petani miskin, compang-camping bajunya menanami sawah kering dengan benih-benih. Saat malam, kaum kaya menyantap daripada keringatnya. Sisanya dibuang. Dan direbutkan seharga nyawa oleh kaum gelandangan"

Abdul Khodir menghela nafasnya panjang-panjang. Dia berdiri. Tegak tanpa dengan bungkuk di punggungnya. Dan wajah keriputnya yang tua kini tampak amat lebih muda. Ada cahaya jenjang ruhani teramat tinggi di balik terangnya. Dia menyalamiku hangat dengan tangannya yang tak lagi cacat.

"Dikmas. Saya pamit. Oleh sebab kesalahan ucap yang saya utarakan, sudilah daripadanya Dikmas memaafkan" pintanya rendah hati. Saya mengangguk, tanpa sanggup menjawab sepatah kata pun. Lagi-lagi Abdul Khodir tersenyum. Senyum putih yang sudah menghiasi dua petang dan malam saya kini. Dia pun berlalu setelah mengucap salam. Aroma seribu bunga, menebar luas-luas selepasnya.

"Ah. Tak mungkin itu dia" gumam saya kepada saya, saat menyadari, jika tangan kanan Abdul Khodir, tak memiliki ruas tulang di ibu jarinya. "Tapi. Hanya Khidir manusia di bumi yang memiliki tangan seperti itu". Sontak saya menoleh ke arah perginya. Di balik malam dengan mega mendung makin menyelimuti kini, lelaki tua itu sudah tiada. Saya tersenyum, dan semerta mencium bumi.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun